TEMPO.CO, Jakarta - Setelah lebih dari seminggu ditutup sejak Taliban berkuasa, bank-bank di Kabul, Afghanistan mulai dibuka kembali. Akibatnya ratusan orang yang ingin menarik uang tunai mengantre hingga menimbulkan kerumunan.
Sejak Taliban menguasai Kabul, lembaga keuangan di ibu kota negara itu tutup pada 15 Agustus 2021, atau tepat sebelum bekas Presiden Ashraf Ghani melarikan diri.
Penutupan itu karena khawatir akan kedatangan Taliban yang dapat memicu pertumpahan darah serta penjarahan. Namun bank-bank tetap tutup karena keputusan Amerika Serikat yang membekukan dana simpanan bank sentral Afghanistan dalam bentuk cadangan emas dan uang tunai di Federal Reserve.
Lembaga Moneter Internasional atau IMF juga memotong akses ke dana US$ 460 juta yang sebelumnya akan dialokasikan pekan ini. Pembatalan terjadi beberapa hari setelah puluhan ribu orang berbondong-bondong ke bank dan ATM di seluruh ibu kota untuk menarik uang mereka sebanyak mungkin.
Di negara yang mengandalkan transaksi dengan uangn tunai seperti di Afghanistan, minimnya persediaan uang kertas membuat masyarakat ketakutan. Massoud, 35 tahun, telah menghabiskan 10 hari terakhir di Kabul. Dia bertanya-tanya bagaimana menafkahi keluarganya di provinsi utara Kunduz.
Dia memiliki 20.000 Afghan atau setara US$ 232 yang disimpan di bank sebelum Taliban berkuasa. Namun untuk menarik simpanannya itu dia harus menghabiskan waktu beberapa hari.
“Kami dikepung berkali-kali. Kami harus berjuang tanpa makanan dan air. Karena pemerintah memutuskan menyerah dan pergi, kami dibiarkan tanpa memiliki uang tunai," ujarnya.
Selain uang tunai yang langka di Afghanistan, lahan pekerjaan juga banyak yang hilang. "Kami tidak tahu apakah kami akan memiliki pekerjaan lagi untuk memberi makan keluarga," ujarnya.
Seorang penasihat ekonomi dan pebisnis yang namanya dirahasiakan mengatakan kepada Al Jazeera bahwa semua pembatalan dan sanksi akan membuat situasi keuangan kian tak menentu. Taliban harus menemukan cara untuk mendapatkan kembali kepercayaan dan memasuki pasar global.
Baca: Taliban Minta Perempuan Afghanistan Untuk di Rumah dan Tidak Bekerja
AL JAZEERA