TEMPO.CO, Jakarta - Afghanistan merupakan salah satu negara termiskin di dunia. Namun pada 2010, pejabat militer dan ahli geologi AS mengungkapkan bahwa Afghanistan memiliki cadangan mineral hampir US$ 1 triliun atau sekitar Rp 14 ribu triliun.
Pasokan mineral seperti besi, tembaga dan kobalt dan emas tersebar di seluruh provinsi. Tanah Afghanistan juga disebut kaya akan lithium.
"Afghanistan bukan hanya kaya logam mulia tapi juga mineral yang dibutuhkan di abad ke-21 ini," kata Rod Schoonover, ilmuwan dan pakar keamanan pendiri Ecological Futures Group.
Potensi sumber daya alam di Afghanistan selama ini hampir tak tersentuh karena masalah keamanan, infrastruktur dan kekeringan parah. Menurut Schoonover, kondisi ini kemungkinan tak berubah bila Taliban yang kini berkuasa tak menggandeng investor asing.
Permintaan logam seperti lithium, kobalt, dan neodymium yang pasokannya langka, melonjak ketika banyak negara berlomba mengembangkan mobil listrik dan teknologi bersih lainnya untuk memangkas emisi karbon. Saat ini baru ada tiga negara yaitu Cina, Kongo dan Australia yang menyumbang 75 persen dari produksi global lithium, kobalt, dan mineral tanah langka.
Pemerintah Amerika Serikat memperkirakan bahwa deposit lithium di Afghanistan dapat menyaingi Bolivia yang memiliki cadangan terbesar di dunia. "Jika Afghanistan dalam beberapa tahun tak berperang dan memungkinkan pengembangan sumber daya mineral, negara tersebut bisa menjadi salah satu yang terkaya di kawasan itu dalam satu dekade," kata Mirzad dari Survei Geologi AS kepada majalah Science pada 2010.
Tak lama setelah Taliban berkuasa kembali, China, Rusia dan Pakistan telah menyatakan siap bekerja sama dengan penguasa baru Afghanistan tersebut. China terutama yang diperkirakan akan menguasai pertambangan mineral di Afghanistan.
“Taliban datang saat krisis pasokan mineral langka dan China membutuhkannya,” ujar Michael Tanchum, seorang rekan senior di Institut Austria untuk Kebijakan Eropa dan Keamanan kepada DW. "China sudah menambang mineral di Afghanistan."
Salah satu raksasa pertambangan raksasa Asia, Metallurgical Corporation of China (MCC), telah menyewa tanah selama 30 tahun untuk menambang tembaga di provinsi Logar yang tandus di Afghanistan.
Pejabat senior Taliban saat bertemu Menteri Luar Negeri China Wang Yi di Tianjin bulan lalu berharap China akan memainkan peran besar dalam rekonstruksi dan pembangunan ekonomi di masa depan.
Baca: Taliban Akan Bentuk Dewan Pemerintahan dan Singkirkan Demokrasi di Afghanistan
CNN | DW