Presiden Afganistan Ashraf Ghani dan penjabat menteri pertahanan Bismillah Khan Mohammadi mengunjungi korps militer di Kabul, Afganistan 14 Agustus 2021. [Istana Kepresidenan Afghanistan/Handout via REUTERS]
Dikutip dari kantor berita Reuters, Ashraf Ghani memimpin Afghanistan sejak 2014. Di tahun tersebut, ia memenangi pilpres dan mengambil alih pemerintahan dari Hamid Karzai. Karzai memimpin Afghanistan di masa awal Amerika masuk ke sana untuk mengincar Taliban.
Menjadi presiden, mengakhiri pertempuran dengan Taliban menjadi salah satu agenda utamanya. Ia ingin mengawal langsung keterlibatan Amerika di Afghanistan, penarikan pasukan asing, plus proses damai dengan Taliban meski kelompok pemberontak itu terus menyerang administrasinya.
Pengawalan oleh Ghani berujung pada dimulainya negosiasi damai Afghanistan, Amerika, Taliban di tahun 2020. Negosiasi yang melibatkan berbagai negara tersebut dilakukan di Doha, ibu kota Qatar. Kesepakatan damai berhasil dicapai, namun implementasinya masalah lain. Ghani tak bisa mewujudkannya ataupun bertindak tegas ke Taliban.
Lambannya Ghani mewujudkan damai di Taliban membuat berbagai negara kehabisan kesabaran. Mulai berkembang desakan-desakan agar ia mundur dan digantikan PLT Presiden, namun Ghani bertahan walaupun faktanya tidak membuahkan hasil.
Hubungan Ghani memang tidak sepenuhnya baik dengan komunitas internasional, terutama negara-negara Barat. Ia tidak sepandangan dengan mereka, terutama soal proses damai dengan Taliban. Barat ingin cara cepat, Ghani ingin proses bertahap karena khawatir damai yang rapuh.
"Masa depan Afghanistan ditentukan oleh warganya sendiri, bukan oleh mereka yang duduk di belakang meja dan bermimpi di siang bolong," ujar Ghani, menyindir negara-negara Barat tak terkecuali sekutunya, Amerika.
Selain ketiga agenda yang disebutkan di atas, Ghani juga berjanji memberantas korupsi, memperbaiki perekonomian Afghanistan, plus mengubahnya menjadi hub perdagangan regional antara Asia Selatan dan Pusat. Ia juga gagal mewujudkan hal-hal tersebut.
Bagaimana Ia Bisa Menjadi Presiden?