TEMPO.CO, Jakarta - Pada awal pandemi Virus Corona, Maya dan suaminya, pekerja migran asal Filipina di Uni Emirat Arab (UEA) harus kehilangan pekerjaan mereka yang bergaji rendah. Mereka juga kehilangan visa izin kerja dan asuransi kesehatan.
Pasangan suami istri itu menceritakan, mereka harus menghadapi tagihan denda imigrasi harian yang meningkat karena anak mereka yang berusia satu tahun masih belum memiliki dokumen sah. Pasalnya, rumah sakit tempat bayi tersebut dilahirkan menahan akta kelahiran karena mereka memiliki tunggakan biaya persalinan sebesar 14.000 dirham (Rp 54 juta).
Kepedihan yang dialami Maya rupanya dialami pula banyak perempuan lain di Uni Emirat Arab. Mereka menceritakan pada organisasi nirlaba Do Bold, belum menerima akta kelahiran putra/putri mereka yang dilahirkan di Uni Emirat Arab hingga akhir 2020. Do Bold adalah LSM yang fokus mempromosikan hak-hak pekerja migran.
Do Bold mengatakan para pekerja migran ini kesulitan mendapatkan akta kelahiran anak mereka karena mereka kehilangan pekerjaan gara-gara pandemi Covid-19. Alasan lainnya adalah mereka tidak bisa pulang ke negara asal untuk melahirkan.
Tanpa adanya dokumen tersebut (akta kelahiran), maka anak-anak pekerja migran di Uni Emirat Arab tidak bisa mendapat paspor, visa, atau tanda pengenal Emirates. Bukan hanya itu, mereka juga tidak bisa mengakses layanan kesehatan dan pendidikan.
Do Bold mengatakan 166 perempuan yang mengisi survei mereka, mengaku tidak memiliki akta kelahiran pada akhir tahun lalu untuk bayi-bayi mereka. Dari 166 responden, 63 diantaranya menyebutkan tagihan rumah sakit yang belum dibayar sebagai penyebabnya. Alasan lain termasuk tidak dapat memberikan surat nikah atau visa yang sah.
“Kami ingin rumah sakit memberikan akta kelahiran terlepas dari status imigrasi, sipil dan status ekonomi - apakah mereka mampu atau tidak membayar tagihan rumah sakit,” kata Direktur Do Bold, Ekaterina Porras Sivolobova.
Kementerian Kesehatan Uni Emirat Arab enggan mengomentari permasalahan ini.
Pencatatan kelahiran dalam tempo secepatnya adalah bagian dari HAM, yang mendasar. Hal ini termaktub pula dalam Konvensi Hak Anak dan Undang-Undang Uni Emirat Arab 2016.
Setiap wilayah di Uni Emirat Arab memberlakukan aturan sendiri untuk sektor kesehatan dan sektor lainnya. Kementerian Kesehatan Abu Dhabi, yang satu-satunya emirat yang memberikan komentar, merujuk pada peraturan 2018 bahwa fasilitas kebidanan berlisensi tidak boleh menolak memberikan pemberitahuan atau akta kelahiran bermaterai untuk alasan apapun.
Maya, pekerja migran asal Filipina yang menolak memberikan nama lengkapnya, mengatakan dia baru dipulangkan oleh pihak rumah sakit negeri di wilayah Ras Al Khaimah setelah membayar 1.800 dirham dari total tagihan rumah sakit sebesar 14.000 dirham.
Sedangkan untuk akta lahir bayinya yang baru dilahirkan, pihak rumah sakit meminta Maya untuk menandatangani perjanjian akan membayar lunas dalam tempo tiga bulan tunggakan biaya persalinan. Maya menolak menanda-tangani surat kesepakatan itu.
“Sebab jika kami tidak mampu membayar penuh (pada jatuh tempo), mereka dapat mengajukan gugatan hukum terhadap kami,” kata suami Maya, 33 tahun, yang gaji bulanannya kurang dari 3.500 dirham.
Di Uni Emirat Arab, mereka yang punya utang dan cek yang terutang bisa berakibat hukuman penjara, denda, dan pencekalan.
Keluarga Maya adalah salah satu dari tiga keluarga yang berani berbicara kepada Reuters mengenai permasalahan akta kelahiran bayi mereka. Mereka mengatakan tidak dapat mengesahkan kelahiran anak mereka karena biaya rumah sakit yang tidak terjangkau.
Sebuah lembaga layanan dokumen kelahiran swasta di UEA mengatakan sudah biasa bagi rumah sakit, terutama rumah sakit swasta, untuk tidak menerbitkan akta kelahiran jika tagihan rumah sakit tidak dibayar.
Pengalaman lain dialami oleh Imran, seorang pekerja migran asal Sri Lanka. Pada Juni 2021, dia mengeluarkan istrinya dari rumah sakit swasta di Dubai dengan jaminan paspornya ditahan di sana.
Imran mengatakan diberitahu pihak rumah sakit bahwa akta kelahiran anak mereka baru diterbitkan kalau dia sudah membayar tunggakan rumah sakit sebesar 11.600 dirham.
Setelah kehilangan pekerjaannya di bidang perhotelan dan asuransi kesehatannya setahun yang lalu habis, Imran hanya bisa membayar sedikit dari jumlah tagihan rumah sakit.
“Saya berusaha untuk mendapatkan uang, tetapi di masa pandemi ini tidak ada yang punya uang, teman saya juga tidak punya (uang),” katanya.
Uni Emirat Arab pada tahun lalu sudah mencabut kriminalisasi pada pelaku hubungan seks sebelum nikah. Namun hambatan tetap ada bagi perempuan yang belum menikah dalam mengakses asuransi kesehatan untuk kehamilan dan memperoleh akta kelahiran anaknya, yang lahir di luar nikah. Sebab semua itu harus lewat prosedur pengadilan.
Baca juga: Top 3 Tekno Berita Kemarin: Jenazah Covid-19, Jet Tempur F-35 AS dan F-16 TNI
Afifa Rizkia Amani | Reuters.com