Hukum dan peraturan yang diterapkan Taliban justru menyebabkan aktivitas sosial lumpuh dan tindak diskriminasi terhadap kaum perempuan menjadi sangat tinggi.
Peraturan Taliban yang paling menindas adalah aturan terhadap kaum perempuan. Perempuan dilarang keluar rumah tanpa ditemani oleh wali laki-laki, dilarang belajar dan bekerja. Bentuk-bentuk kekerasan terhadap perempuan mencakup setiap aspek kehidupan perempuan dan anak perempuan seperti kesehatan, mata pencaharian, akses untuk sumber daya sosial dan budaya serta kesempatan untuk memperoleh pendidikan.
Mereka juga mewajibkan para perempuan Afganistan mengenakan burqa. Begitu pun bagi pria, pria dilarang untuk menggunakan pakaian ketat.
Taliban akan menghukum perempuan yang mencoba bekerja atau tidak menggunakan burqa dengan cara mencambuk mereka di depan publik.
Kopral Tombak Marinir AS Chris Sanderson, dari Flemington, New Jersey berteriak ketika dia mencoba melindungi seorang pria Afghanistan dan anaknya saat bertempur dengan Taliban di kota Marjah, di distrik Nad Ali, provinsi Helmand, Afghanistan, 13 Februari 2010. REUTERS/Goran Tomasevic/File Photo
Digulingkan oleh invasi Amerika Serikat
Selama dua dekade terakhir, pemerintah dan badan internasional bergabung dengan AS untuk menggulingkan Taliban dan mendukung pemerintahan Afganistan, lembaga demokrasi, dan masyarakat sipil.
Pasukan koalisi Amerika Serikat menginvasi Taliban pada Oktober 2001 dan berhasil menggulingkan kelompok tersebut di Kabul, sebulan setelah serangan menara kembar World Trade Center (WTC) di New York pada 11 September 2001.
Invasi ini dilakukan secara mengejutkan sehingga kelompok Taliban langsung keluar dari ibu kota Afganistan, Kabul. Pasukan koalisi Amerika Serikat dapat dengan mudah dan cepat menguasai Afganistan.
Dewan keamanan PBB juga menjatuhkan sanksi pada rezim tersebut karena menyembunyikan al-Qaeda pada tahun 1999 dan memperluas sanksi setelah teror 9/11. Mereka menargetkan aset keuangan para pemimpin Taliban dan melarang mereka melakukan sebagian besar perjalanan. Dewan Keamanan PBB juga memberlakukan embargo senjata terhadap Taliban. Amerika Serikat dan Uni Eropa memberlakukan sanksi tambahan.
Beberapa bulan setelah invasi AS, negara-negara anggota PBB berkomitmen untuk mendukung transisi Afganistan dan kekuasaan Taliban. Amerika Serikat dan NATO mempelopori upaya rekonstruksi. Banyak negara juga memberikan bantuan ke Afganistan, dengan 75 persen pengeluaran publik pemerintah saat itu ditanggung oleh hibah dari mitra internasional, menurut laporan Bank Dunia 2019. Selama konferensi pada tahun 2020, para donor menjanjikan bantuan sebesar US$3,3 miliar (Rp47,5 triliun).
Taliban sekarang sedang diselidiki di Pengadilan Kriminal Internasional atas dugaan pelanggaran terhadap warga sipil Afganistan, termasuk kejahatan terhadap kemanusiaan, yang dilakukan sejak 2003. Pasukan AS dan Afganistan juga sedang diselidiki atas tuduhan kejahatan perang.
Negosiasi perdamaian Amerika Serikat, Pemerintah Afganistan, dan Taliban