TEMPO.CO, Jakarta - Sejak dijatuhkan pada 2001, Taliban telah memberontak melawan misi militer asing pimpinan Amerika di Afganistan.
Ketika Amerika Serikat mengumumkan penarikan pasukan dari Afganistan, kelompok itu dengan cepat memperluas kendalinya, memposisikan diri untuk kembali berkuasa.
Invasi pimpinan AS menggulingkan rezim Taliban karena memberikan perlindungan kepada al-Qaeda dan Osama bin Laden.
Taliban berkumpul kembali melintasi perbatasan di Pakistan dan telah memimpin pemberontakan melawan pemerintahan Afganistan yang didukung AS selama hampir dua puluh tahun.
Sejarah Taliban
Taliban berasal dari bentuk jamak dalam bahasa Arab thalib. Thalib artinya penuntut atau pencari ilmu yang ditujukan kepada anak laki-laki. Dalam bahasa Persia dan Pashtun, thalib menjadi Taliban.
Kelompok ini merupakan kelompok fundamentalis Islam yang terbentuk pada September 1994 dan didominasi oleh sekelompok santri dari etnik Pashtun yang menginginkan adanya pemulihan keamanan dan perdamaian berdasarkan syariat Islam yang sesungguhnya.
Kelompok Taliban kemudian berubah menjadi gerakan yang berniat menghancurkan pemerintahan yang tidak sesuai konsep ajaran Islam. Setelah menguasai ibu kota Afganistan, Taliban kemudian bergerak dengan cepat sehingga dapat menduduki pemerintahan pada September 1996. Sejak tahun 1996 Taliban menjadikan Afganistan satu-satunya negara Islam yang menerapkan pemerintahan Islam di atas asas-asas hukum Islam, seperti dikutip dari Council on Foreign Relations, sebuah organisasi think tank nonpartisan.
Pada 1996, faksi ini terus bergerak dengan mendapat bantuan dari luar negeri untuk merebut Kota Kabul dan menggulingkan rezim Mujahiddin. Saat itu kelompok Taliban sudah menguasai 80 persen wilayah Afganistan.
Setelah menguasai Kota Kabul, Taliban mengubah sederet hukum dan peraturan sesuai dengan ajaran yang mereka percaya, mulai dari menghukum pelaku zina dan pembunuhan di depan umum, hingga menghapus segala bentuk pengaruh dari luar Afganistan, sehingga mereka pun memberlakukan aturan tayang media televisi dan memboikot internet.
Taliban. AP/Rahmatullah Naikzad
Pada awal terbentuknya, rakyat Afganistan menyambut baik kelompok Taliban. Warga Afganistan menaruh kepercayaannya kepada Taliban setelah berhasil menggulingkan Mujahiddin dari kursi kepala negara. Kepercayaan warga pada saat itu meningkat ketika Taliban berhasil memberantas kasus korupsi di Afganistan. Mereka dinilai mampu untuk menegakkan keadilan sesuai dengan syariat Islam. Popularitas Taliban meroket saat mereka berhasil membangun jalan di berbagai kawasan dalam negeri untuk memperlancar perdagangan.
Namun, karena munculnya aturan-aturan yang tidak bisa diterima oleh kelompok Afganistan lainnya, sehingga timbul sejumlah perlawanan dari berbagai etnik lokal, seperti etnik Uzbek, Tajik, hingga Hazara.
Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO), dan tiga pemerintahan AS dalam perang yang telah menewaskan lebih dari 6.000 tentara dan kontraktor AAS hingga lebih dari 1.100 tentara NATO. Sekitar 47.000 warga sipil tewas, dan diperkirakan 73.000 tentara dan polisi Afganistan tewas sejak 2007. Puluhan ribu milisi Taliban juga diyakini tewas.
Taliban yang memiliki lima puluh delapan ribu dan seratus ribu milisi penuh waktu. Ketika Amerika Serikat telah menarik pasukannya yang tersisa di Afganistan, Taliban telah meningkatkan serangan terhadap warga sipil, menguasai perlintasan perbatasan yang kritis, dan secara dramatis memperluas kehadirannya di seluruh negeri.
Pada Juli 2021, kelompok tersebut menguasai 54 persen distrik Afganistan, menurut Foundation for Defense of Democracies Long War Journal, sebuah publikasi berbasis di AS yang telah meliput perang AS melawan al-Qaeda dan kelompok militan lainnya sejak 2007; hanya beberapa bulan sebelumnya mereka hanya menguasai 20 persen. Pada pertengahan musim panas 2021, enam belas dari tiga puluh empat ibu kota provinsi negara itu berisiko jatuh di bawah kendali Taliban.
Kekerasan dan diskriminasi terhadap perempuan