TEMPO.CO, Jakarta - Pihak berwenang Thailand menahan setidaknya 11 orang pemimpin gerakan protes anti-pemerintah. Negara tersebut juga mengerahkan ratusan polisi menjelang demonstrasi yang rencananya dilakukan hari ini dengan yang melibatkan konvoi mobil di pusat kota Bangkok.
Gerakan protes yang dipimpin pemuda Thailand baru-baru ini meletup karena penanganan pandemi Covid-19 oleh pemerintah yang dinilai lambat. Ratusan ribu orang bergabung dalam gerakan ini sebelum dilakukannya tindakan keras oleh pemerintah.
Para pengunjuk rasa dinilai telah melanggar tabu dengan menuntut reformasi monarki, melanggar hukum Lese-Majeste dengan menghina dan mencemarkan nama baik raja, ratu, pewaris serta bupati. Ancaman hukumannya adalah 15 tahun penjara.
Polisi telah menyiapkan 750 petugas untuk menangani unjuk rasa bermobil yang direncanakan hari ini. Polisi juga mengingatkan bahwa semua pertemuan publik saat darurat Covid-19 adalah ilegal.
"Setiap pertemuan atau protes yang berisiko menyebarkan penyakit itu ilegal menurut undang-undang darurat," Piya Tavichai, wakil kepala polisi Bangkok, kepada wartawan seperti dilansir dari Reuters.
Akhir pekan lalu, lebih dari seribu pengunjuk rasa anti-pemerintah bentrok dengan polisi. Para pemimpin protes adalah aktivis yang pernah mendekam di penjara karena demonstrasi sebelumnya. Mereka sebelumnya dibebaskan dengan jaminan telah kembali ke tahanan dalam beberapa hari terakhir.
Pemimpin pengunjuk rasa, Panupong "Mike Rayong" Jadnok dan Jatupat "Pai" Boonpattararaksa menyerah ke polisi setelah permintaan jaminan mereka ditolak atas tuduhan baru terkait protes.
Pemimpin protes lainnya, Parit "Penguin" Chiwarak, syarat jaminan sebelumnya dicabut dan juga menyerahkan diri ke polisi. Sementara pengacara hak asasi manusia Arnon Nampa menyerahkan diri atas tuduhan terkait protes baru termasuk lese majeste untuk pidato yang dia buat selama protes pada 3 Agustus.
"Belum ada putusan semua kasus ini, jadi berdasarkan hukum mereka belum bersalah dan karena itu berhak untuk jaminan," kata pengacara Krisadang Nutcharat kepada Reuters.
Gerakan protes meningkat di tengah kemarahan publik terhadap penanganan Covid-19 di Thailand. Perdana Menteri Prayuth Chan-ocha dinilai gagal karena gelombang infeksi Covid-19 yang terus melonjak dan ekonomi terpuruk.
Baca: Top 3 Dunia: Pengunjuk Rasa Minta Vaksin Pfizer, Ahli Sebut Covid-19 Tak Hilang
REUTERS