TEMPO.CO, Jakarta - Amerika Serikat menyerahkan nasib Afganistan pada pasukan keamanan Afganistan untuk mempertahankan negara itu setelah gerilyawan Taliban merebut ibu kota provinsi keenam pada Senin, bersama dengan kota-kota perbatasan dan rute perdagangan.
Presiden Joe Biden mengatakan misi militer AS di Afganistan akan berakhir pada 31 Agustus, dengan alasan bahwa rakyat Afganistan harus memutuskan masa depan mereka sendiri dan dia tidak akan menyerahkan generasi Amerika lainnya ke perang 20 tahun.
Taliban, yang berjuang untuk menerapkan kembali hukum syariat Islam yang ketat setelah digulingkan oleh invasi AS pada 2001, telah meningkatkan kampanye militer untuk mengalahkan pemerintah saat pasukan asing menarik diri.
Pada hari Senin, mereka merebut Aybak, ibu kota Provinsi Samangan di utara.
"Saat ini Taliban sedang berperang dengan pasukan Afganistan untuk merebut markas polisi dan kompleks gubernur provinsi," kata Ziauddin Zia, seorang anggota parlemen di Aybak, dikutip dari Reuters, 10 Agustus 2021.
"Beberapa bagian ibu kota telah jatuh ke tangan Taliban."
Taliban merebut tiga ibu kota provinsi selama akhir pekan: Zaranj di provinsi selatan Nimroz, Sar-e-Pul, di provinsi utara dengan nama yang sama, dan Taloqan, di provinsi timur laut Takhar.
Mereka telah merebut ibu kota provinsi utara Kunduz dan Lashkar Gah, ibu kota provinsi Helmand.
Juru bicara Pentagon John Kirby mengatakan Amerika Serikat sangat prihatin dengan perkembangan tersebut, tetapi mengatakan pasukan keamanan Afganistan memiliki kemampuan untuk memerangi kelompok pemberontak.
"Ini adalah militer mereka, ini adalah ibu kota provinsi mereka, rakyat mereka untuk dipertahankan dan itu benar-benar momen di mana kepemimpinan mereka diuji," kata Kirby.
Ditanya apa yang dapat dilakukan militer AS jika pasukan keamanan Afganistan tidak melakukan perlawanan, Kirby mengatakan "Tidak banyak."
Pasukan Komando Afganistan terlihat di lokasi medan pertempuran di mana mereka bentrok dengan pemberontak Taliban di Provinsi Kunduz, Afganistan 22 Juni 2021. [REUTERS/Stringer]
Para pejabat AS, yang berbicara dengan syarat anonim, mengatakan ketika militer AS telah memperingatkan Joe Biden awal tahun ini bahwa ibu kota provinsi akan jatuh dengan penarikan pasukan asing, mereka masih terkejut dengan seberapa cepat beberapa dari kota-kota itu direbut oleh Taliban.
Amerika Serikat melakukan kurang dari sepuluh serangan selama akhir pekan ketika Taliban menyerbu ibu kota provinsi, dan serangan itu hanya untuk menghancurkan peralatan agar tidak dicuri Taliban.
Seorang pejabat AS mengatakan pasukan Afganistan tidak meminta dukungan apa pun ketika Kunduz direbut.
Keuntungan Taliban telah memicu tudingan atas penarikan pasukan asing. Menteri Pertahanan Inggris Ben Wallace mengatakan kepada Daily Mail bahwa kesepakatan yang dicapai tahun lalu antara Amerika Serikat dan Taliban adalah "kesepakatan busuk".
Amerika Serikat setuju untuk menarik diri dalam kesepakatan yang dinegosiasikan tahun lalu di bawah pendahulu Joe Biden dari Partai Republik, Donald Trump.
Wallace mengatakan pemerintahnya telah meminta beberapa sekutu NATO untuk mempertahankan pasukan mereka di Afganistan begitu pasukan AS pergi, tetapi gagal mengumpulkan cukup dukungan.
"Beberapa mengatakan mereka tertarik, tetapi parlemen mereka tidak. Menjadi jelas dengan cepat bahwa tanpa Amerika Serikat sebagai negara kerangka, opsi ini mati," kata Wallace.
Menteri pertahanan Jerman menolak seruan agar tentaranya kembali ke Afganistan setelah gerilyawan Taliban merebut Kunduz, di mana pasukan Jerman dikerahkan selama satu dekade.
Komando Afganistan telah melancarkan serangan balik untuk mencoba memukul mundur Taliban yang menyerbu Kunduz, dengan penduduk yang melarikan diri dari konflik menggambarkan suara tembakan dan ledakan hampir tiap waktu.
Di barat, dekat perbatasan dengan Iran, para pejabat keamanan mengatakan pertempuran sengit sedang berlangsung di pinggiran Herat, Reuters melaporkan.
Arif Jalali, kepala Rumah Sakit Zonal Herat, mengatakan 36 orang tewas dan 220 luka-luka selama 11 hari terakhir. Lebih dari separuh yang terluka adalah warga sipil, dengan perempuan dan anak-anak termasuk di antara yang tewas.
UNICEF mengatakan 20 anak tewas dan 130 anak terluka di Provinsi Kandahar selatan dalam 72 jam terakhir.
"Kekejaman semakin meningkat dari hari ke hari," kata Hervé Ludovic De Lys, perwakilan UNICEF di Afganistan.
Di Helmand, sarang aktivitas Taliban, pejabat keamanan melaporkan ledakan keras di Lashkar Gah pada Senin pagi.
Di Kunduz, banyak keluarga yang putus asa, beberapa dengan anak kecil dan perempuan hamil, meninggalkan rumah mereka, berharap untuk mencapai Kabul yang relatif aman, 315 km ke selatan, dalam perjalanan yang biasanya memakan waktu sekitar 10 jam.
Ghulam Rasool, seorang insinyur, sedang mencoba menyewa bus untuk membawa keluarganya ke ibu kota saat suara tembakan bergema di jalan-jalan kota kelahirannya.
"Kami mungkin terpaksa berjalan sampai Kabul, tapi kami tidak yakin apakah kami terbunuh dalam perjalanan....Pertempuran darat tidak hanya berhenti bahkan selama 10 menit," kata Rasool kepada Reuters.
Dia dan beberapa warga lainnya, dan seorang pejabat keamanan, mengatakan pasukan komando Afganistan telah melancarkan operasi untuk membersihkan Taliban dari Kunduz.
Di Kabul sendiri, tersangka militan Taliban membunuh seorang manajer stasiun radio Afganistan, kata pejabat pemerintah, tindakan terbaru Taliban dalam menargetkan pekerja media.
Berbicara kepada Al Jazeera TV pada hari Minggu, juru bicara Taliban Muhammad Naeem Wardak memperingatkan Amerika Serikat agar tidak melakukan intervensi lebih lanjut untuk mendukung pasukan pemerintah Afganistan.
Baca juga: Pasukan Afganistan Lancarkan Serangan Balik untuk Rebut Kunduz dari Taliban
REUTERS