TEMPO.CO, Jakarta - Afghanistan akan berjuang sendirian untuk mengambil alih empat ibu kota provinsi yang diambil alih Taliban sepanjang pekan lalu. Pejabat di Kementerian Pertahanan Amerika (Pentagon) mengatakan tak ada rencana dari mereka untuk merespon pengambilalihan oleh Taliban tersebut.
Sikap itu kontras dengan rekam jejak Amerika di Afghanistan selama ini. Dulu, jika Taliban mencoba mengambil alih wilayah Afghanistan, Amerika akan dengan cepat meresponnya bersama pasukan lokal. Kunduz, salah satu ibu kota provinsi yang diambil alih Taliban, dua kali dibantu Amerika untuk merespon invasi Taliban.
Baca Juga:
"Tak ada rencana aksi apapun selain serangan udara dalam jumlah terbatas," ujar pejabat Kementerian Pertahanan, yang enggan disebutkan namanya, dikutip dari New York Times, Senin, 9 Agustus 2021.
Diberitakan sebelumnya, Taliban berhasil mengambil alih Zaranj, Kunduz, Sar-e Pul, dan Taloqan dalam empat hari terakhir. Keempatnya adalah ibu kota provinsi yang akan memberikan Taliban keuntungan strategis terhadap Militer Afghanistan.
Dari keempatnya, pengambilalihan Zaranj adalah pencapaian terbesar. Zaranj adalah ibu kota provinsi pertama yang berhasil diambil alih Taliban dalam beberapa tahun terakhir. Sebelumnya, ketika Militer Amerika masih sepenuhnya beroperasi di Afghanistan, hal itu sulit dicapai.
Sekarang, mayoritas personil Militer Amerika sudah ditarik pulang. Mereka yang tersisa tidak ada ribuan, kebanyakan menjaga kantor-kantor diplomatik Amerika. Presiden Joe Biden, bulan lalu, mengatakan bantuan dari Amerika sudah cukup dan Afghanistan siap menghadapi Taliban sendirian.
Pejabat lain di Kementerian Pertahanan mengatakan, hanya tersisa 650 tentara Amerika di Afghanistan sekarang. Dengan jumlah tersebut, plus serangan udara, tak banyak yang bisa dilakukan untuk membantu Afghanistan merebut wilayah dari Taliban. Apa yang bisa dilakukan selanjutnya adalah mencegah ibu kota lainnya jatuh ke Taliban juga.
Wesley Clark, mantan Jenderal NATO di masa Presiden Bill Clinton menyebut apa yang terjadi di Zaranj, Kunduz, Sar-e Pul, dan Taloqan sebagai tragedi ke warga Afganistan. Menurutnya, Amerika salah perhitungan, menduga Afghanistan siap menghadapi Taliban sendirian.
"Sebuah tragedi untuk warga Afghanistan dan konsekuensi dari kegagalan dan salah perhitungannya Amerika," ujar Clark.
Per berita ini ditulis, kurang lebih 2400 orang tewas selama pertempuran Taliban - Afghanistan. Pertempuran itu sendiri sudah berjalan empat bulan lebih, sejak akhir April ketika Amerika mulai menarik pasukannya.
Baca juga: Pilot di Afganistan Jadi Sasaran Bom Taliban
ISTMAN MP | NY TIMES | REUTERS