TEMPO.CO, Jakarta - Ratusan organisasi sipil Myanmar menolak penunjukkan Menlui II Brunei Darussalam Erywan Yusof sebagai utusan khusus ASEAN. Dikutip dari kantor berita Reuters, mereka tidak senang karena ASEAN melakukan penunjukkan tanpa terlebih dulu berkonsultasi dengan mereka selaku oposisi Junta Myanmar.
"Organisasi Sipil Myanmar (CSO) kecewa terhadap ASEAN atas proses pengembailan keputusan yang kurang inklusif serta tidak adanya tindakan terhadap sejumlah kejahatan terburuk yang pernah ada di kawasan ini," ujar pernyataan bersama 413 organisasi sipil Myanmar, Jumat, 6 Agustus 2021.
Ratusan organisasi sipil tersebut juga kecewa karena ASEAN tidak melibatkan pemerintah bayangan, National Unity Government (NUG). Menurut mereka, pemerintahan bayangan tersebut seharusnya juga dilibatkan dalam pengambilan keputusan untuk memastikan penyelesaian krisis di Myanmar berjalan maksimal.
Per berita ini ditulis, Sekretariat ASEAN maupun Pemerintah Brunei belum memberikan tanggapan apapun. Junta Myanmar juga belum memberikan komentar baru selain pernyataan sebelumnya bahwa mereka menyetujui pemilihan Erywan sebagai utusan khusus ASEAN
Demonstran menunjukkan salam tiga jari selama protes untuk solidaritas terhadap Pasukan Pertahanan Rakyat Mandalay, di Yangon, Myanmar 22 Juni 2021, dalam tangkapan layar yang diperoleh Reuters dari video media sosial.[REUTERS]
Baca Juga:
Diberitakan sebelumnya, para menteri luar negeri ASEAN sepakat untuk menunjuk Erywan Yusof sebagai utusan khusus penyelesaian krisis Myanmar pada rabu kemarin. Kesepakatan itu diambil dalam pertemuan khusus ASEAN Ministrial Meeting (AMM) yang berlangsung dari Selasa hingga Jumat kemarin.
Penunjukkan utusan khusus ASEAN adalah bagian dari lima poin konsensus penyelesaian krisis Myanmar yang ditetapkan pada April lalu. Fungsi utusan khusus, salah satunya, untuk menemui semua pihak yang terlibat dalam krisis Myanmar, baik junta militer maupun pemerintahan bayangan yaitu National Unity Government (NUG).
Selain itu, utusan khusus ASEAN juga akan berperan membuka jalur bantuan kemanusiaan ke Myanmar. Sebagaimana diketahui, Myanmar tidak hanya dilanda krisis kedaulatan dan ekonomi, tetapi juga kelimpungan menghadapi pandemi COVID-19 mengingat sebagian besar petugas medis berhenti kerja untuk memprotes kudeta yang menewaskan banyak warga lokal tersebut.
Menurut Asosiasi Bantuan Hukum untuk Tahanan Politik, Militer Myanmar sudah membunuh kurang lebih 946 orang sejak kudeta pada 1 Februari lalu. Angka tersebut dibantah oleh Junta Myanmar.
Baca juga: Menlu Brunei II Jadi Utusan Khusus ASEAN untuk Penyelesaian Krisis Myanmar
ISTMAN MP | REUTERS