TEMPO.CO, Jakarta - Indonesia akan mengumumkan status Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM Darurat) pada Ahad ini, 25 Juli 2021. Pengumuman tersebut akan menentukan apakah PPKM akan dilonggarkan seperti target Presiden Joko Widodo atau sebaliknya, malah diperketat.
Apabila mengacu pada panduan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) yang terbit pada akhir tahun 2020, pengetatan ataupun pelonggaran PPKM darurat tidak boleh dilakukan sembarangan. Ada berbagai indikator yang harus dipertimbangkan dan prinsip-prinsip kunci yang perlu diikuti
Berikut beberapa prinsip kunci yang menurut WHO perlu diikuti sebelum status PPKM ditentukan:
Warga melintas di depan toko makanan yang tutup saat perpanjangan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) level 4 di Kawasan Blok M, Jakarta, Rabu, 21 Juli 2021. Pemerintah secara resmi tidak lagi menggunakan istilah Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat atau PPKM Darurat. TEMPO / Hilman Fathurrahman W
1. Libatkan Masyarakat
WHO mengatakan bahwa langkah PPKM yang bagus adalah yang melibatkan masyarakat atau komunitas dalam penyusunannya. Hal itu untuk memastikan adanya kepatuhan dari masyarakat untuk mengikuti kebijakan PPKM yang ada. Hal ini penting menurut WHO karena bagaimanapun PPKM memiliki dampak terhadap kesejahteraan dan ekonomi masyarakat.
2. Cepat Bertindak
WHO mengatakan, langkah PPKM harus diambil sesegera mungkin ketika situasi pandemi COVID-19 di lapangan mulai memburuk. Respon yang lamban, menurut WHO, akan mengakibatkan pandemi yang lebih buruk dengan angka kasus dan kematian meningkat.
3. Pelonggaran Bertahap
Ketika PPKM perlu dilonggarkan, jangan lakukan pelonggaran secara sekaligus. WHO menyatakan pelonggaran perlu dilakukan secara bertahap dan terkontrol untuk bisa mengukur dampaknya terhadap pengendalian pandemi COVID-19.
Suasana jalanan Kuala Lumpur saat penerapan lockdown di Malaysia, 1 Juni 2021. Malaysia memberlakukan lockdown nasional selama dua pekan akibat melonjaknya kasus Covid-19 di negara tersebut. Xinhua/Chong Voon Chung
4. Berbasis Data dan Temuan Ilmiah
Data pertumbuhan kasus COVID-19, kematian, kluster, dan hasil investigasi berperan besar dalam menentukan PPKM seperti apa yang perlu diterapkan. WHO meminta langkah PPKM jangan diterapkan secara sembarangan, tetapi terukur, berbasis data, dan berbasis temuan ilmiah.
Hal ini juga berlaku ketika akan membatasi perjalanan lintas daerah selama pandemi. Sebelum melakukan itu, tingkat penularan, pertumbuhan kasus di daerah masing-masing perlu dicek.
5. Perhatikan Kelompok Terdampak
Sebesar apapun manfaat PPKM, WHO mengatakan hal itu akan berdampak terhadap kesejahteraan dan ekonomi kelompok masyarakat tertentu. WHO meminta faktor itu direspon dan dikaji sebelum PPKM diberlakukan. Mereka berkata, penting kelompok tersebut tetap bisa bertahan hidup di saat PPKM.
Warga yang pernah berkunjung ke mal yang menjadi klaster penyakit virus corona (COVID-19), mengantre untuk tes swab di Singapura 20 Mei 2021. [REUTERS/Edgar Su/File Photo]
6. Perhatikan Kelompok Rentan
Perlindungan terhadap kelompok rentan yaitu lansia, penderita penyakit kronis, pengungsi, dan mereka yang tinggal di daerah tertinggal harus menjadi pertimbangan utama dalam menerapkan, melonggarkan, atapun mencabut PPKM.
7. Perhatikan Sistem Kesehatan
Ketika PPKM akan diterapkan, dilonggarkan, atau dicabut, penting untuk melihat apakah sistem kesehatan nasional mampu mendampinginya. Dalam lima tingkatan PPKM yang dibentuk oleh WHO, apakah sistem kesehatan nasional bisa merespon pandmi yang terjadi adalah indikator kunci untuk menentukan level PPKM.
Baca juga: Indonesia Akan Tentukan Kelanjutan PPKM Darurat, Ini Panduan dari WHO
ISTMAN MP | WHO