TEMPO.CO, Jakarta - Krisis di Lebanon telah menjadi keprihatinan masyarakat internasional. Perdana Menteri Lebanon Perdana Menteri Lebanon Hassan Diab pada Selasa, 6 Juli 2021, memperingatkan bahwa ledakan sosial di negaranya sudah di depan mata. Dia menyerukan pada masyarakat internasional agar menyelamatkan negaranya dari krisis ekonomi.
Bank Dunia sebelumnya menyebut krisis ekonomi di Lebanon adalah salah satu krisis terburuk dalam sejarah modern. Nilai mata uang Lebanon anjlok sampai 90 persen dan lebih dari separuh populasi di negara itu jatuh dalam kemiskinan.
Seorang anggota keluarga dari salah satu korban ledakan 4 Agustus di pelabuhan Beirut, bereaksi ketika dia membawa foto selama protes menuntut keadilan, di Beirut, Lebanon 9 Juli 2021. [REUTERS/Mohamed Azakir]
Duta Besar RI untuk Lebanon Hajriyanto Y. Thohari, Jumat, 23 Juli 2021, mengatakan bahwa Lebanon saat ini sedang krisis ekonomi yang dianggap sebagai krisis ekonomi terparah di Lebanon sejak Perang Saudara.
Gagal bayar utang publik dan krisis likuiditas perbankan telah memaksa banyak bisnis tutup bahkan sebelum pandemi melanda. Kegagalan sistem ekonomi dan keuangan Lebanon ini telah mengakibatkan hampir separuh penduduk
Lebanon tidak mampu membeli kebutuhan dasar dan berada di bawah garis kemiskinan, jumlah pengangguran meningkat, dan inflasi yang tinggi menyebabkan lonjakan pada harga barang-barang kebutuhan pokok, termasuk BBM dan obat-obatan. World Bank bahkan mengklasifikasikan krisis ekonomi di Lebanon sebagai salah satu krisis yang terparah di dunia sejak pertengahan abad ke-19.
Pemerintah Lebanon memperkirakan bahwa PDB Lebanon telah menyusut lebih dari 12 persen selama tahun 2020, dan kontraksi produk domestik bruto sebesar 12 persen diperkirakan akan terus berlanjut dalam tiga tahun ke depan.
“Sebelum pandemi, utang publik Lebanon terhadap PDB adalah yang tertinggi ketiga di dunia; pengangguran mencapai 25 persen, dan hampir sepertiga penduduk hidup di bawah garis kemiskinan,” kata Duta Besar Hajriyanto kepada Tempo.
Lebanon juga dijelaskan Hajriyanto mengalami krisis likuiditas perbankan karena cadangan mata uang asingnya tidak mencukupi. Di saat yang sama, masyarakat semakin marah dan frustrasi atas kegagalan pemerintah untuk menyediakan layanan dasar seperti listrik, air, dan kesehatan publik.
Munculnya pandemi dan terjadinya ledakan di Pelabuhan Beirut memperparah kondisi perekonomian Lebanon yang sudah dalam kondisi tidak baik. Kondisi politik, khususnya terkait pembentukan kabinet baru, dan ekonomi juga telah mempengaruhi nilai tukar mata uang nasional. Dengan begitu, memburuknya ekonomi di Lebanon tidak semata dikarenakan oleh pandemi.