TEMPO.CO, Jakarta - Mantan kepala hak asasi manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa, Navi Pillay, akan memimpin komisi penyelidikan internasional atas dugaan kejahatan perang yang dilakukan selama konflik antara Israel dan kelompok perjuangan Palestina Hamas di Gaza, Dewan Hak Asasi Manusia PBB mengumumkan pada Kamis.
Dewan HAM PBB sepakat pada akhir Mei untuk membuka penyelidikan dengan mandat luas untuk menyelidiki tuduhan kejahatan tidak hanya di Gaza dan Tepi Barat yang diduduki Israel, tetapi juga di Israel selama permusuhan yang dihentikan oleh gencatan senjata 21 Mei, dikutip dari Reuters, 23 Juli 2021.
Sedikitnya 250 warga Palestina dan 13 orang di Israel tewas dalam pertempuran sengit, di mana gerilyawan Gaza menembakkan roket ke kota-kota Israel dan Israel melakukan serangan udara ke Gaza.
Michelle Bachelet, Komisaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia, mengatakan kepada dewan pada saat itu bahwa serangan mematikan Israel di Gaza mungkin merupakan kejahatan perang dan bahwa Hamas telah melanggar hukum humaniter internasional dengan menembakkan roket ke Israel.
Komisioner Hak Asasi Manusia PBB Navi Pillay berbicara selama wawancara dengan Reuters di kantornya di Jenewa 19 Agustus 2014. [REUTERS/Ruben Sprich]
Israel pada hari Kamis mengulangi penolakannya terhadap penyelidikan.
"Tidak mengherankan, tujuan dari mekanisme ini adalah untuk menemukan pelanggaran Israel, sambil menutupi kejahatan yang dilakukan oleh Hamas, sebuah organisasi teroris di Jalur Gaza," kata perwakilan Israel untuk PBB di Jenewa.
"Seperti yang diumumkan Israel segera setelah sesi khusus, tidak dapat dan tidak akan bekerja sama dengan penyelidikan semacam itu," katanya.
Pillay, mantan hakim Afrika Selatan yang menjabat sebagai Komisaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia dari 2008-2014, akan memimpin panel tiga orang yang juga terdiri dari ahli India Miloon Kothari dan ahli Australia Chris Sidoti, kata pernyataan Dewan Hak Asasi Manusia PBB.
Para penyelidik Dewan HAM PBB, yang telah diminta untuk mencoba mengidentifikasi mereka yang bertanggung jawab atas pelanggaran Israel dan Hamas dengan maksud untuk memastikan mereka bertanggung jawab, akan mempresentasikan laporanpertama mereka pada Juni 2022.
Baca juga: PBB Meminta Bantuan Rp 1,3 Triliun untuk Warga Palestina
REUTERS