TEMPO.CO, Jakarta - Parlemen Israel berencana mengubah kebijakan ekspor pertahanannya untuk merespon kasus penggunaan spyware Pegasus, dari perusahaan lokal NSO, untuk menyadap jurnalis dan kepala negara lain. Adapun salah satu kebijakan yang tengah dipertimbangkan Parlemen Israel akan membatasi ekspor dari piranti lunak tersebut.
"Kami harus mempelajari kembali pemberian lisensi oleh Agensi Ekspor Pertahanan (DECA)," ujar Ram Ben-Barak, Kepala dari Komite Pertahanan dan Urusan Luar Negeri Parlemen Israel, Kamis, 22 Juli 2021.
Ben-Barak melanjutkan, pihaknya dan Pemerintah Israel akan bergerak cepat untuk merespon masalah ini. Segala temuan yang ada, baik dari parlemen maupun satgas yang dibentuk pemerintah, akan menentukan langkah selanjutnya terhadap spyware Pegasus.
"Penggunaan Pegasus (sejak mendapat izin dari DECA), sudah membantu banyak orang," klaim Ben-Barak.
DECA, yang berada di dalam Kementerian Pertahanan, adalah pihak yang memberi izin ekspor spyware Pegasus. Dalam keterangannya, DECA mengatakan bahwa spyware Pegasus tidak dijual sembarangan, hanya kepada klien-klien tertentu yang sudah diseleksi. Penggunaannya pun, kata mereka, juga tidak ditujukan untuk penyadapan kepala negara, melainkan untuk melacak teroris dan kriminal.
Spyware pegasus. Amnesty.org
Realita di lapangan berkata berbeda. Menurut laporan gabungan 17 organisasi media, spyware Pegasus telah digunakan untuk meretas gawai jurnalis, politisi, bahkan kepala negara. Tujuannya, untuk bisa menyadap segala percakapan sensitif, baik teks maupun audio, yang ada di gawai tersebut.
Salah satu kepala negara yang diketahui menjadi target peretasan dan penyadapan dengan spyware Pegasus adalah Presiden Prancis Emmanuel Macron. Macron sudah membentuk tim investigasi untuk menindaklanjuti laporan yang ada. Selain Macron, ada juga jurnalis Hungaria Szabolcs Panyi yang mengklaim menemukan jejak Pegasus NSO di telepon genggamnya.
NSO, secara terpisah, menyatakan siap kooperatif dalam proses investigasi yang ada. Ia pun memastikan NSO bisa memutus penggunaan spyware Pegasus jika salah satu pembelinya ketahuan menyalahgunakannya.
"Jika jurnalis benar menjadi target peretasan dan penyadapan, kami bisa jamin sistem Pegasus akan kami putus dari siapapun yang menyalahgunakannya. Tindakan tersebut tidak bisa ditolerir," ujar Kepala NSO Shalev Hulio.
Hulio belum mengungkapkan siapa saja klien yang telah membeli spyware Pegasus dari NSO. Ia hanya menyatakan perusahaannya bekerja dengan 45 negara dan telah menolak 90 negara. Selain itu, ia menambahkan NSO juga pernah memutus sistem spyware Pegasus dari lima pembeli karena ketahuan menyalahgunakannya.
Baca juga: Bentuk Satgas, Israel Selidiki Pemakaian Spyware Pegasus untuk Sadap Presiden
REUTERS | ISTMAN MP