TEMPO.CO, Jakarta - Vaksin Covid-19 produksi BioNTech lebih ampuh mengatasi infeksi virus corona dibandingkan Sinovac. Hal ini terungkap dari penelitian di Hong Kong baru-baru ini.
Ada kesenjangan substansial dalam jumlah antibodi yang dihasilkan mRNA dan vaksin yang tidak aktif terhadap virus penyebab Covid-19. Ini adalah temuan terbaru yang mungkin berkontribusi terhadap vaksinasi massal dengan menggunakan berbagai jenis suntikan.
Penelitian yang dipublikasikan di The Lancet pada hari Kamis, 15 Juli 2021 menemukan bahwa tingkat antibodi petugas kesehatan Hong Kong yang telah divaksinasi suntikan mRNA BioNTech lebih tinggi 10 kali dibandingkan Sinovac. Vaksin Sinovac menggunakan virus yang tidak aktif.
Sementara antibodi penangkal Covid-19 tidak menjelaskan gambaran lengkap untuk menghasilkan kekebalan dan efektivitas vaksin. "Perbedaan konsentrasi antibodi penetral yang diidentifikasi dalam penelitian kami, dapat diterjemahkan ke dalam perbedaan substansial dalam efektivitas vaksin," kata para peneliti.
Temuan ini menambah bukti vaksin mRNA memberikan perlindungan yang kuat dan komprehensif terhadap Sars-CoV-2 dan variannya. Hal ini dibandingkan dengan metode yang lebih tradisional seperti menyuntik dengan virus yang tidak aktif.
Negara-negara dari Israel hingga Amerika Serikat yang sebagian besar mengandalkan vaksin mRNA dari Pfizer dan mitranya BioNTech serta Moderna, telah mengalami penurunan infeksi Covid-19 secara signifikan.
Mereka yang menggunakan sebagian besar suntikan yang tidak aktif dari Sinovac dan Sinopharm China tidak mengalami penurunan jumlah kasus. Namun kedua jenis vaksin tersebut secara signifikan mencegah kasus dan kematian Covid-19 yang lebih parah.
Rendahnya efektivitas Sinovac telah mendorong negara-negara dari Thailand hingga Uni Emirat Arab menawarkan suntikan booster kepada orang-orang yang sudah divaksinasi penuh. Sebabnya varian Delta lebih menular dan memicu tingkat infeksi.
Baca: Taiwan Mencapai Kesepakatan Pembelian 10 Juta Vaksin Covid-19 dari BioNTech
THE STRAIT TIMES