TEMPO.CO, Jakarta - Organisasi Kesehatan Dunia atau WHO melarang individu untuk tidak mencampur dan mencocokkan vaksin COVID-19 dari berbagai produsen. WHO menyebutnya sebagai tren berbahaya jika dilakukan secara pribadi, tanpa anjuran dan data badan kesehatan, karena hanya ada sedikit data yang tersedia tentang dampaknya.
"Jadi ini tren yang berbahaya. Kami berada di zona bebas data, belum ada bukti sejauh mencampur dan mencocokkan (vaksin Covid-19. Datanya terbatas tentang campuran dan kecocokan. Ini akan menjadi situasi yang kacau di negara-negara jika warga mulai memutuskan kapan dan siapa yang akan mengambil dosis kedua, ketiga dan keempat," kata Kepala Ilmuwan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Soumya Swaminathan dalam briefing online.
Para ahli penyakit menular sedang mempertimbangkan tentang orang yang menerima vaksin dosis tunggal Johnson & Johnson harus menerima booster vaksin berbasis mRNA Pfizer atau Moderna. Pencampuran vaksin ini disebut lebih efektif melawan varian Delta yang sangat menular.
Salah satu dari mereka yang mencampur dan mencocokkan vaksin Covid-19 adalah Dr. Angela Rasmussen, seorang peneliti di Organisasi Vaksin dan Penyakit Menular Universitas Saskatchewan. Ia mengatakan di Twitter bahwa telah mendapatkan dosis vaksin Pfizer pada bulan Juni setelah menerima Johnson & Johnson pada bulan April.
Dia juga menyarankan penerima Johnson & Johnson lainnya, terutama mereka yang tinggal di daerah dengan tingkat vaksinasi rendah, agar berbicara dengan dokter jika hendak mencampur vaksin covid-19. Sebab, pencampuran dua vaksin COVID-19 berbeda hanya boleh dilakukan badan kesehatan berdasarkan data.
Secara terpisah, Pfizer mendorong regulator AS dan Eropa untuk mengizinkan suntikan booster ketiga untuk melengkapi rejimen dua dosisnya. Tetapi pejabat kesehatan, termasuk Swaminathan dari WHO, mengatakan tidak ada bukti medis bahwa perlu suntikan Pfizer ketiga.
Alih-alih menawarkan suntikan penguat ke negara-negara kaya dengan tingkat vaksinasi tinggi, WHO meminta Pfizer mengirimkan kepada lembaga ini. Vaksin tersebut akan diberikan ke negara-negara miskin yang warganya yang tidak divaksinasi dan sangat membutuhkan untuk menghadapi virus corona varian Delta. Varian ini digambarkan merobek-robek dunia dengan kecepatan yang sangat tinggi.
Baca: Daftar Negara-Negara yang Bantu Indonesia Tangani Covid-19
INDIA TODAY | REUTERS