TEMPO.CO, Jakarta - Lembaga Perserikatan Bangsa-bangsa atau PBB menyatakan tingkat kelaparan dan kekurangan gizi dunia meningkat drastis akibat pandemi Covid-19. Setelah hampir tidak berubah selama lima tahun, jumlah orang yang kekurangan gizi naik menjadi sekitar 768 juta dibandingkan tahun lalu atau setara dengan 10 persen dari populasi dunia.
Laporan itu ditulis oleh lembaga-lembaga di bawah naungan PBB termasuk Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO), Program Pangan Dunia (WFP) dan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Di dalamnya berisi penilaian komprehensif tentang kerawanan pangan dan gizi sejak pandemi corona muncul.
"Sayangnya pandemi terus mengekspos kelemahan dalam sistem pangan kita, yang mengancam kehidupan dan mata pencaharian. Tidak ada wilayah di dunia yang selamat," kata badan-badan itu dalam sebuah pernyataan bersama.
Dalam edisi 2021 "Keadaan Ketahanan Pangan dan Gizi di Dunia," diperkirakan tujuan pembangunan berkelanjutan PBB menghapus kelaparan pada 2030 akan meleset dengan selisih hampir 660 juta orang.
Angka itu 30 juta lebih tinggi daripada skenario di mana pandemi tidak terjadi. "Ketakutan terburuk kami menjadi kenyataan. Membalikkan tingkat kelaparan kronis yang begitu tinggi akan memakan waktu bertahun-tahun atau bahkan puluhan tahun," kata kepala ekonom WFP Arif Husain.
Jumlah orang yang tidak dapat mengakses pangan yang cukup sepanjang tahun naik 320 juta menjadi 2,37 miliar pada tahun lalu, peningkatan dalam satu tahun sama dengan gabungan lima tahun sebelumnya.
Dari 768 juta orang yang kekurangan gizi, 418 juta berada di Asia, 282 juta di Afrika, dan 60 juta di Amerika Latin dan Karibia. Di Afrika, 21 persen orang kekurangan gizi, lebih dari dua kali lipat dari wilayah lain.
"Di dunia yang berlimpah, kita tidak punya alasan bagi miliaran orang untuk kekurangan akses ke makanan sehat. Inilah sebabnya saya mengadakan KTT Sistem Pangan global September ini," kata Sekjen PBB António Guterres.
"(Berinvestasi dalam) perubahan dalam sistem pangan kita akan memulai pergeseran ke dunia yang lebih aman, lebih adil, lebih berkelanjutan. Ini adalah salah satu investasi paling cerdas dan paling penting yang dapat dilakukan," ujarnya.
Kerawanan pangan terutama terjadi di negara-negara yang terkena dampak konflik, iklim ekstrem, kemerosotan ekonomi atau ketimpangan pendapatan yang tinggi.
Kepala WFP David Beasley mengatakan sementara 41 juta orang saat ini berisiko mati kelaparan, kekayaan bersih gabungan miliarder dunia meningkat sekitar US$ 5,3 miliar per hari. Jumlah itu sama dengan yang dibutuhkan untuk menyelamatkan nyawa mereka yang kelaparan di seluruh dunia.
"Fakta bahwa kami mengemis dan berteriak (untuk dana) adalah aib di muka kemanusiaan," katanya.
Baca: FAO Ingatkan Ancaman Kelaparan di Korea Utara
REUTERS