TEMPO.CO, Jakarta - Unjuk rasa jarang terjadi di Kuba, namun pada Minggu 11 Juli 2021, ribuan warga turun ke jalan. Mereka frustrasi atas kinerja pemerintah dalam menangani pandemi, kecepatan vaksinasi COVID-19 pemerintah disebut mengabaikan rakyatnya.
Dalam pidato yang disiarkan secara nasional pada Minggu sore, Presiden Miguel Diaz-Canel, yang juga mengepalai Partai Komunis, menyalahkan Amerika Serikat atas kerusuhan itu. Dengan senapan mesin terpasang di belakang mobil jip pasukan khusus di Havana, Diaz-Canel meminta para pendukungnya agar tak terprovokasi.
Ribuan orang berkumpul di pusat kota Havana dan di sepanjang jalan tepi pantai. Polisi hadir di tengah kerumunan padat tersebut, ada beberapa pengunjuk rasa yang ditangkap tetapi tidak ada konfrontasi besar.
Protes pecah di Kota San Antonio de los Banos di Provinsi Artemisa, berbatasan dengan Havana. Dalam video yang beredar di media sosial, ratusan penduduk meneriakkan slogan-slogan anti-pemerintah. Mereka menuntut pemerintah memperbaiki kinerja mulai dari penyediaan vaksin corona hingga penghentian pemadaman listrik yang terjadi setiap hari.
“Saya baru saja membeli makanan di kota. Ada banyak orang di sana,” kata Claris Ramirez, warga setempat melalui telepon. "Mereka memprotes pemadaman, bahwa tidak ada obat."
Diaz-Canel, yang baru saja kembali dari San Antonio de los Banos, mengatakan banyak pengunjuk rasa yang tulus. Namun mereka dimanipulasi oleh kampanye media sosial yang diatur AS dan tentara bayaran di lapangan. Dia menyatakan tak akan menoleransi provokasi tersebut.
Dalam dua tahun terakhir, krisis ekonomi di Kuba memburuk. Pemerintah menyalahkan krisis terjadi akibat sanksi Amerika Serikat dan pandemi,. Sementara dari pihak oposisi, krisis terjadi akibat ketidakmampuan pemerintah dan sistem satu partai.
Baca: Kuba Klaim Vaksin Soberana 2 Efektif 91,2 Persen Terhadap Covid-19
REUTERS