TEMPO.CO, Jakarta - Martine Moise, istri mendiang Presiden Haiti Jovenel Moise berbicara untuk pertama kalinya setelah sang suami tewas diberondong peluru. Martine Moise mengatakan air matanya tidak akan pernah kering setelah pembunuhan suaminya.
Ia menggambarkan saat para pembunuh menembak suaminya dengan peluru setelah menerobos masuk ke rumah mereka di tengah malam. Martine Moise mengatakan serangan itu terjadi begitu cepat, suaminya Jovenel Moise tidak dapat mengatakan sepatah kata pun.
Presiden Jovenel Moise dibunuh pada 7 Juli 2021. Pelakunya diduga 28 tentara bayaran asing. Nyonya Moise juga terluka dalam serangan itu. Ia diterbangkan ke Miami untuk menjalani perawatan.
Pada Sabtu, 10 Juli 2021, Moise memposting pesan suara ke halaman Twitter-nya. Ia bersumpah untuk melanjutkan pekerjaan.
"Dalam sekejap mata, tentara bayaran memasuki rumah saya dan menembaki suami saya dengan peluru," kata Nyonya Moise dalam rekaman itu. Ia menggambarkan saat para penyerang membunuh suaminya.
"Tindakan ini tidak bernama karena Anda harus menjadi penjahat tanpa batas untuk membunuh seorang presiden seperti Jovenel Moise, bahkan tanpa memberinya kesempatan untuk mengatakan sepatah kata pun," katanya.
Menurut dia, suaminya dihabisi karena alasan politik, terutama referendum tentang perubahan konstitusi yang bisa memberi presiden lebih banyak kekuasaan. Orang-orang yang tidak disebutkan namanya, ujar Moise, ingin membunuh impian presiden.
"Saya menangis, itu benar, tetapi kita tidak bisa membiarkan negara kehilangan arah," ujarnya. "Kita tidak bisa membiarkan darah Presiden Jovenel Moise, suamiku, presiden yang sangat kita cintai dan yang membalas cinta kita, mengalir dengan sia-sia."
Jovenel Moïse, 53, menjabat sebagai Presiden Haiti, negara termiskin di Amerika, sejak 2017. Ia menghadapi masa jabatan yang sulit karena dituduh korupsi. Demonstrasi terjadi di ibu kota dan kota-kota lain di Haiti pada awal tahun ini.
Baca: Tersangka Pembunuhan Presiden Haiti Mengaku Tidak Berniat Membunuh
BBC | REUTERS