TEMPO.CO, Jakarta - Bevan Scott Tait, 52, peternak di Selandia Baru dihukum sembilan bulan tahanan rumah dan 150 jam pelayanan masyarakat karena mengabaikan dombanya. Sebanyak 200 domba milik Tait harus disuntik eutanasia karena bertubuh amat kurus.
Tait dilarang pula memiliki atau mengelola hewan ternak selama empat tahun. Sebelumnya ia mengaku bersalah atas delapan dakwaan berdasarkan Undang-Undang Kesejahteraan Hewan. Pengacara Tait mengatakan bahwa kliennya diduga memiliki gangguan mental.
Tait mengakui tuduhan jaksa tentang pengabaian hewan, termasuk memperlakuan hewannya dengan buruk. Peternakan Tait di Russock Creek diinvestigasi mulai 2019 setelah pemerintah menerima keluhan terkait domba miliknya.
Manajer nasional kesejahteraan hewan Gray Harrison bahwa penyelidik menemukan domba-domba itu dalam kesulitan. Tait sudah diminta mengambil tindakan korektif, termasuk melakukan tindakan eutanasia terhadap delapan domba.
Tait sudah memperbaiki perlakuannya terhadap domba-domba setelah inspeksi tersebut. Tait juga merawat domba yang terkena serangan lalat. Namun Kementerian Industri Primer Selandia Baru menerima keluhan lain dan menjalankan surat perintah penggeledahan.
Inspektur kemudian menemukan tiga sapi mati karena tidak cukupnya pasokan rumput. Tait pun diminta melalukan perbaikan untuk memastikan hewannya diberi makan dengan benar.
Namun Tait tidak melakukan arahan tersebut. "Dia tidak melakukan apa-apa untuk menjaga hewan ternaknya," kata Harrison. Berdasarkan rekomendasi dokter hewan 226 dombanya harus di-eutanasia.
Pengacara Tait, Tanya McCullum, mengatakan bahwa kliennya sedang kesulitan. Istrinya sedang sakit, Tait sendiri didera penyakit mental.
Berbulan-bulan sebelum kejadian, Rural Support Trust telah menghubungi Tait. "Mereka tidak melakukan apa-apauntuk mendukungnya," menurut Stuff.
Hakim mengatakan bahwa pelanggaran tersebut serius karena Tait adalah peternak yang berpengalaman.
Baca: Balon Udara di Selandia Baru Jatuh, 2 Korban Luka Serius
INDEPENDENT