TEMPO.CO, Jakarta - Mayor Dastagir Zamaray yang bertugas di Angkatan Udara Afghanistan memutuskan menjual rumahnya di Kabul, untuk menghindari serangan Taliban. Dia pindah ke kota lain yang lebih aman.
Alih-alih disambut calon pembeli, pilot berusia 41 tahun itu dihadang oleh seorang pria bersenjata yang berjalan masuk ke dalam rumah. Tanpa sepatah kata pun, pria itu menembak mati agen real estate yang berencana membantu menjualkan rumah Zamaray.
Zamaray meraih pistol tetapi pria bersenjata itu menembaknya di kepala. Ayah dari tujuh anak itu pingsan dan tewas di atas tubuh putranya yang berusia 14 tahun. Bocah itu selamat, tetapi mengalami trauma berat hingga nyaris tidak berbicara lagi.
"Zamaray pergi ke sana (rumahnya) karena dia mengenal makelar dan menganggapnya aman," kata Samiullah Darman, saudara ipar Zamaray kepada Reuters. "Kami tidak tahu bahwa dia tidak akan pernah kembali."
Setidaknya tujuh pilot Afghanistan, termasuk Zamaray, telah dibunuh di luar pangkalan dalam beberapa bulan terakhir. Serangkaian pembunuhan yang ditargetkan ini, menggambarkan apa yang diyakini para pejabat AS dan Afghanistan. Taliban sengaja menghancurkan salah satu aset militer Afghanistan yang paling berharga yiatu korps pilot militer yang dilatih AS dan NATO.
Juru bicara Taliban Zabihullah Mujahid mengkonfirmasi bahwa mereka telah membunuh Zamaray. Taliban menargetkan pembunuhan pilot Afghanistan karena mereka dituduh mengebom rakyat.
Sebuah laporan PBB mendokumentasikan 229 kematian warga sipil yang disebabkan oleh Taliban di Afghanistan dalam tiga bulan pertama 2021.
Pemerintah Afghanistan belum terbuka mengungkapkan jumlah pilot yang terbunuh dalam pembunuhan yang ditargetkan. Kementerian Pertahanan negara enggan berkomentar.
Pentagon mengatakan pihaknya mengetahui kematian beberapa pilot Afghanistan dalam pembunuhan yang diklaim oleh Taliban, tetapi menolak mengomentari intelijen dan penyelidikan AS.
Baca: Taliban Janji ke Rusia Afganistan Tidak Akan Digunakan untuk Serang Negara Lain
REUTERS