TEMPO.CO, Jakarta - Rusia kembali menawarkan bantuan vaksin corona kepada Korea Utara. Jumlah kasus covid-19 di Korea Utara memburuk akibat lockdown yang menyebabkan kelaparan ekstrim di negara tersebut. Namun Pyongyang dikabarkan telah menolak vaksin dan sejumlah bantuan dari negara lain.
Korea Utara menutup pintu perbatasannya untuk mencegah meluasnya kasus corona. Namun hal itu berdampak terhadap perdagangan dengan China. Selama ini Korea Utara bergantung ke China untuk suplai makanan, pupuk dan bahan bakar.
Pimpinan Korea Utara Kim Jong Un mengakui negaranya sedang menghadapi krisis pangan. Dia juga emminta warganya untuk mempersiapkan hal terburuk. Terlebih sanksi perdagangan internasional semakin menekan pasokan makanan. Korea Utara pernah dilanda bencana kelaparan mematikan pada 1990-an.
Rusia sebelumnya mengatakan kepada Korea Utara bahwa tidak semua negara dapat menanggung dampak lockdown. Pada Rabu lalu, 7 Juli 2021, Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov mengatakan bahwa Moskow telah menawarkan vaksin kepada Pyongyang dalam beberapa kesempatan. Dia juga mengulangi tawaran untuk menyediakan vaksin jika dibutuhkan.
Buruknya penanganan kasus corona di Korea Utara membuat Kim Jong Un, memecat sejumlah pejabat seniornya. Kim Jong Un berkata, kegagalan mereka berperan mengantar Korea Utara ke dalam krisis besar.
Salah satu krisis yang dihadapi Korea Utara saat ini adalah minimnya persediaan bahan pokok. Sejak pandemi COVID-19 menyerang, ditambah cuaca buruk dan isu perdagangan, ekspor dari Cina menurun hingga 90 persen. Hal itu memicu naiknya harga-harga bahan pokok seperti harga satu paket kopi bisa mencapai US$100.
"Pejabat senior yang diserahi tugas negara (untuk mengendalikan pandemi) telah mengabaikan perintah yang datang dari partai. Ujungnya menyebabkan krisis besar yang mengancam keamanan nasional dan warga. Akan ada konsekuensi besar," ujar Kim Jong Un dalam laporan kantor berita Korea Utara, KCNA, Rabu, 30 Juni 2021.
Baca: Penanganan COVID-19 di Korut Tak Memuaskan, Kim Jong Un Pecat Pejabatnya
BBC | REUTERS | KCNA