TEMPO.CO, Jakarta - Kepolisian Hong Kong menangkap sembilan orang, enam di antaranya siswa sekolah menengah atas dugaan terlibat tindak pidana terorisme. Pelaku yang ditangkap berusia 15-39 tahun, termasuk seorang karyawan di universitas, seorang guru sekolah menengah dan seorang pengangguran.
Polisi juga membekukan dana di bank sekitar HK$ 600.000 serta uang tunai yang diyakini terkait dengan kegiatan teroris. Turut disita pula triacetone triperoxide (TATP) di kamar asrama.
Polisi menggambarkan kamar tersebut sebagai laboratorium perakit bom yang akan ditempatkan di terowongan lintas pelabuhan, rel kereta api, ruang pengadilan dan tempat sampah.
Peledak TATP telah digunakan dalam serangan ekstremis di Israel dan London. Polisi mengatakan kelompok yang disebut Returning Valiant itu telah menyewa kamar di distrik perbelanjaan Tsim Sha Tsui sekitar satu bulan.
"Mereka (para tersangka) memiliki pembagian kerja yang baik. Beberapa dari mereka memberikan uang dan beberapa adalah ilmuwan yang membuat TATP di kamar tersebut," ujar Inspektur Senior Steve Li kepada wartawan, seperti dikutip dari Reuters, Selasa, 6 Juli 2021.
Anggota kelompok itu sengaja merekrut siswa sekolah menengah. Menurut Li, mereka sebelumnya berencana meninggalkan Hong Kong untuk selamanya.
Beijing memberlakukan undang-undang keamanan di Hong Kong sejak tahun lalu. Undang-undang itu menerapkan hukuman terhadap tindakan subversi, pemisahan diri, terorisme dan kolusi dengan pasukan asing. Ancamannya adalah hukuman penjara seumur hidup.
Kepala eksekutif Hong Kong, Carrie Lam meminta masyarakat untuk bersama-sama mengutuk kekerasan. “Mereka tidak boleh terpengaruh bahwa menemukan alasan untuk melakukan kekerasan.”
Baca: Reunifikasi dan Gebuk Negara Asing jadi Tema Pidato 1 Abad Partai Komunis Cina
REUTERS | GUARDIAN