TEMPO Interaktif, Lima: Para pemimpin APEC mendeklarasikan komitmen untuk melaksanakan Deklarasi Bogor 1994. Upaya mengatasi krisis global justru harus dilakukan dengan mengedepankan pasar bebas dan sistem perdagangan dan investasi terbuka.
Tekad mempertahan pasar bebas dan sistem perdagangan serta investasi terbuka disuarakan dari Lima, Peru, pada Sabtu malam. Itulah bunyi deklarasi pertemuan puncak para pemimpin Asia Pasifik yang bergabung dalam APEC. Para pemimpin yang mewakili 21 ekonomi pelaku separuh perdagangan dunia ini berpendapat itulah cara terbaik untuk keluar dari krisis ekonomi global yang berlangsung saat ini.
Pendapat ini senada dengan deklarasi yang dikeluarkan kelompok G 20, yang mewakili 90 persen ekonomi dunia, yang berlangsung di Washington DC, pekan lalu. Memang sembilan dari 21 anggota APEC, termasuk Indonesia, adalah anggota G 20. Hanya saja di Lima tekad ini dinyatakan lebih spesifik, yaitu komitmen untuk merealisasikan Deklarasi Bogor 1994, yaitu menurunkan tarif perdagangan di bawah lima persen paling lambat tahun 2010 untuk ekonomi maju dan 2020 untuk ekonomi berkembang di kawasan Asia Pasifik. Juga untuk menahan diri dari menaikan tarif dalam tempo 12 bulan ke depan.
"Kami tak ingin apa yang terjadi pada depresi 1929 berulang," kata Perdana Menteri Canada, Stephen Harper. Saat itu negara-negara di dunia bereaksi terhadap krisis dengan melakukan menutup pasar masing masing dan justru mengakibatkan krisis ekonomi dunia berlangsung semakin parah dan lama. "Pemerintah Kanada tetap akan membuka pasarnya dan mengajak negara lain un tuk melakuan hal yang sama," lanjutnya.
Presiden Hu Jintao dari RRC menyatakan negaranya hal senada kendati tak persis sama. "Kami tak akan lagi hanya bergantung pada kegiatan invesmen dan ekspor untuk mendorong ekonomi tapi akan mengkombinasikan pada upaya konsumsi, invesmen dan ekspor," katanya. "Kami tak akan lagi hanya bergantung pada konsumsi bahan baku tapi akan membangun melalui kemajuan ilmiah dan teknologi," lanjutnya. RRC sebelumnya telah mengumumkan penggelontoran dana sebesar 586 milyar dolar untuk memicu pertumbuhan ekonomi domestiknya di saat krisis global saat ini.
Presiden Yudhoyono menyuarakan harapan bahwa krisis saat ini memberikan peluang untuk memperbaiki sistem keuangan dan ekonomi dunia agar menjadi lebih adil dan bersahabat dengan lingkungan. Selain itu, Presiden Yudhoyono juga mengritik kegagalan lembaga multinasional seperti IMF dan Bank Dunia yang dianggap gagal memantau perkembangan ekonomi global dan memberi deteksi dini terhadap bahaya krisis. "Saya kira perlu dilakukan perbaikan-perbaikan kemampuan dan kapasitas di lembaga-lembaga itu," katanya.
Deklarasi para pemimpin APEC memang menyinggung juga tekad untuk terus menerus mereform berbagai kemampuan dan kapasitas keuangan APEC untuk memastikan bahwa kegiatan perdagangan tak mengalami kesulitan pendanaan. Untuk itu, inovasi dalam sistem keuangan ditanggapi secara positif dengan catatan sistem pengaturan dan pengawasannya juga terus menerus disempurnakan.
Presiden Bush, yang akan mengakhiri masa jabatannya 20 Januari tahun depan, juga menggunakan kesempatan pertemuan APEC untuk mengimbau dunia agar tetap mempertahankan sistem perdagangan bebas. "Saya memang akan berhenti dalam dua bulan, tapi pemerintahan ini akan terus mendorong supaya putaran Doha akan mencapai kesepakatan," katanya. Ia mengingatkan dunia bahwa perilaku proteksi di masa lalu justru mengakibatkan depresi tahun 1929 memburuk. Sebelumnya, Presiden Bush juga meminta RRC menekan Korea Utara untuk menyetop program senjata nuklir dalam pertemuan bilateralnya dengan Presiden Hu Jintao. Setelah itu Presiden Bush duduk semeja dengan Presiden Yudhoyono dalam acara pertemuan dengan kalangan pengusaha APEC.
Acara APEC ditutup Sabtu malam dengan tradisi foto bersama para pemimpin dengan mengenakan baju tradisional negara tuan
rumah.
Bhm