TEMPO.CO, Jakarta - Ribuan orang turun ke jalan-jalan di seluruh Brasil pada Sabtu untuk memprotes tanggapan pandemi Presiden Jair Bolsonaro, mengecam pemimpin itu karena tidak memperoleh vaksin dengan cukup cepat dan karena meremehkan pemakaian masker.
Brasil melampaui 500.000 kematian akibat Covid-19 pada hari Sabtu, menurut Kementerian Kesehatan, angka kematian tertinggi di dunia setelah Amerika Serikat.
Korban tewas 500.000 adalah dua kali lebih tinggi dari enam bulan lalu, tanda bahwa tingkat kematian semakin cepat, kata para ahli.
"Pada Juni tahun lalu, kami mencapai 50.000 kematian karena Covid-19. Hanya dalam satu tahun kami telah melipatgandakan angka ini 10 kali lipat. Ini sangat menakutkan," kata ahli saraf Brasil Miguel Nicolelis kepada CNN, yang pada Januari memperkirakan negara itu akan mencapai 500.000 kematian pada Juli.
"Saat itu, orang mengira jumlah itu berlebihan," ungkap Nicolelis.
Orang-orang berpartisipasi dalam protes terhadap Presiden Brasil Jair Bolsonaro dan penanganannya terhadap pandemi penyakit virus corona (COVID-19) di Cuiaba, Brasil, 19 Juni 2021. [REUTERS/Mariana Greif]
Pemerintah menghadapi kritik keras karena melewatkan kesempatan awal untuk membeli vaksin. Pembuat farmasi Pfizer mengatakan tidak mendapat tanggapan atas tawaran untuk menjual vaksin Covid-19 kepada pemerintah antara Agustus dan November tahun lalu.
"Kami memprotes pemerintah Bolsonaro yang kejam, yang tidak membeli vaksin dan tidak melakukan apa pun untuk merawat rakyatnya pada tahun lalu," kata Aline Rabelo, 36 tahun, saat memprotes di mal nasional di Brasilia, dikutip dari Reuters, 20 Juni 2021.
Bolsonaro tidak mengomentari 500.000 kematian akibat Covid-19 ketika dia mengunggah video ke media sosialnya untuk menyemangati pasukan polisi.
Hanya 11% orang Brasil yang divaksinasi lengkap dan 29% telah menerima dosis pertama, menurut data Kementerian Kesehatan Brasil.
Media Brasil melaporkan bahwa protes telah diadakan di 26 negara bagian serta ibu kota Brasilia.
Banyak demonstran menyebut 500.000 orang tewas sebagai bentuk genosida yang dilakukan pemerintah terhadap rakyat Brasil. Mereka meneriakkan, menabuh genderang, dan mengangkat spanduk yang menuntut Bolsonaro dicopot dari jabatannya.
"Setengah juta alasan untuk menggulingkan Bolsonaro," tulis salah satu pengunjuk rasa di pusat kota Sao Paulo.
Protes di Sao Paulo, kota dan pusat keuangan terbesar di Brasil, memblokir jalan raya utama di pusat kota, di mana pengunjuk rasa membentangkan spanduk seukuran blok kota yang menuntut "Kehidupan, Roti, Vaksin, dan Pendidikan."
Salah satu demonstran, developer sofware bernama Mariana Oliveira, mengatakan dia memutuskan untuk ikut protes dan mengambil risiko terinfeksi karena "pemerintah adalah ancaman yang lebih buruk daripada virus."
Bolsonaro telah berulang kali meremehkan ancaman pandemi, menyebut Covid-19 sebagai "flu kecil." Selain itu, sejak Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan pandemi global, ia telah berpartisipasi dalam setidaknya 84 pertemuan massal, menurut survei surat kabar Brasil O Globo.
Presiden Brasil Jair Bolsonaro menghadiri KTT iklim global Earth Day virtual melalui tautan video di Brasilia, Brasil 22 April 2021. [Marcos Correa / Kantor Kepresidenan Brasil melalui REUTERS]
Komite Senat khusus sedang menyelidiki tanggapan pandemi pemerintahan Bolsonaro, menyoroti upaya yang tertunda untuk memperoleh vaksin Covid-19 sambil memprioritaskan perawatan yang belum terbukti untuk Covid-19.
Penyelidikan Parlemen (CPI) musim semi ini tentang penanganan pandemi oleh berbagai tingkat pemerintahan, yang dipimpin oleh senat Brasil, sedang menyelidiki apakah pemerintah federal sengaja menunda peluncuran vaksin sejalan dengan strategi kekebalan kelompoknya.
Dilaporkan CNN, CPI menemukan bahwa pemerintah Brasil mengabaikan 81 email dari perusahaan farmasi Pfizer, yang menawarkan kesepakatan vaksin pertamanya Agustus lalu, dengan setengah harga yang ditawarkan ke Amerika Serikat.
Bulan lalu, sebuah jajak pendapat menunjukkan popularitas Bolsonaro telah merosot ke posisi terendah baru dengan hanya 24% warga Brasil yang mengatakan pemerintahannya "baik" atau "bagus", menurut laporan Reuters.
Jajak pendapat yang sama menunjukkan saingan sayap kiri Jair Bolsonaro, mantan Presiden Luiz Inacio Lula da Silva, akan menang dalam pemilihan putaran kedua jika pemilu Brasil 2022 diadakan hari ini.
Baca juga: Kematian Akibat Covid-19 di Brasil Tembus 500 Ribu
REUTERS | CNN