TEMPO.CO, Jakarta - Pemimpin Korea Utara Kim Jong Un mengakui adanya ‘ketegangan’ di negaranya di bidang pangan. Dia menyalahkan angin topan dan banjir bandang yang menyapu negaranya pada tahun lalu sehingga membuat kondisi pangan di Korea Utara memburuk.
“Situasi pangan untuk masyarakat sekarang semakin menegangkan,” kata Kim Jong Un dalam sebuah pertemuan dengan komite pusat Partai Buruh.
Kim meminta pada para pemimpin partai agar berkonsentrasi mengatasi masalah kekurangan pasokan pangan setelah sektor pertanian gandum gagal memenuhi rencana produksi.
Sejumlah pekerja ikuti peresmian pembangunan perdana 50.000 apartemen baru yang diresmikan oleh Pemimpin Korea Utara Kim Jong Un di Pyongyang, Korea Utara, 24 Maret 2021. KCNA via REUTERS
Kondisi di Korea Utara terungkap dua bulan setelah Kim dilaporkan mengingatkan pejabat dan masyarakat pada kondisi yang mungkin bakal lebih sulit atau dia menyebutnya dengan istilah ‘Maret yang sulit’. Ucapan Kim itu langsung membuat dunia melongo karena istilah ‘Maret yang sulit’ mengacu pada periode kelaparan yang menghancurkan pada awal 1990-an.
Ketika itu, Korea Utara mengalami musibah kelaparan massal menyusul runtuhnya USSR dan meninggalkan Pyongyang tanpa bantuan. Saat itu, diperkirakan ada sekitar 3 juta warga Korea Utara yang meninggal karena kelaparan.
Pada 2021, terjadi kelangkaan pasokan makanan besar-besaran sehingga memicu naiknya harga-harga komoditas. Untuk satu kilo pisang di Korea Utara harganya bisa mencapai Rs 3.336 (Rp 72 ribu).
Informasi yang dikumpulkan dari sejumlah kontak di Korea Utara menyebutkan harga teh hitam naik menjadi Rs 5.167 (Rp 100 ribu). Sedangkan harga satu kilogram jagung di Korea Utara dijual dengan harga Rs 204.81 (Rp 39 ribu).
Penyebab utama lain terjadinya kelaparan akut di Korea Utara adalah penutupan wilayah perbatasan menyusul pandemi Covid-19, dijatuhkannya sanksi-sanksi internasional dan banjir berkepanjangan.
Baca juga: Ma'ruf Amin Menilai Ketidaktahanan Pangan Keluarga Tak Identik dengan Kemiskinan
Sumber: cnbctv18.com