TEMPO.CO, Jakarta - Krisis Myanmar menjadi salah satu pesan pertama Sekjen PBB, Antonio Guterres, yang kembali terpilih pada Jumat kemarin. Dikutip dari kantor berita Reuters, ia meminta Majelis Umum PBB untuk segera merespon krisis di Myanmar sebelum berkembang terlalu parah.
"Kita tidak bisa hidup di dunia di mana kudeta militer menjadi hal yang normal. Tidak bisa diterima," ujar Antonio Guterres, Jumat, 18 Juni 2021.
Pernyataan Guterres bertepatan dengan rencana Majelis Umum PBB untuk menghentikan perdagangan senjata ke Myanmar serta meminta junta militer menghormati hasil pemilu 2020. Sebagaimana diketahui, krisis di Myanmar bermula dari tuduhan partai Aung San Suu Kyi bermain curang di pemilu oleh junta militer.
Resolusi itu juga akan meminta Myanmar untuk mematuhi lima poin konsensus yang ditetapkan pada KTT ASEAN beberapa pekan lalu. Sebab, Panglima Junta Militer Min Aung Hlaing tidak menunjukkan niatan untuk mematuhi konsensus yang ia anggap sebagai masukan tersebut.
Baca juga: Antonio Guterres Terpilih Lagi Jadi Sekjen PBB
Para pengunjuk rasa berlindung saat mereka bentrok dengan petugas polisi anti huru hara selama protes terhadap kudeta militer di Yangon, Myanmar, 28 Februari 2021. Myanmar berada dalam kekacauan sejak tentara merebut kekuasaan dan menahan pemimpin pemerintah terpilih Aung San Suu Kyi dan sebagian besar kepemimpinan partainya pada 1 Februari 2021. REUTERS/Stringer
Per berita ini ditulis, belum diketahui apakah Majelis Umum PBB akan mengadakan voting untuk resolusi tersebut atau akan mengadopsinya sebagai konsensus. Menurut sejumlah diplomat, langkah embargo mendapat dukungan mayoritas 193 anggota Majelis Umum PBB sehingga diyakini akan lolos dengan mudah jika voting digelar.
Guterres berkata, langkah apapun yang akan diambil Majelis Umum akan penting. Guterres berkata, apa yang ia harapkan adalah pesan yang jelas soal krisis Myanmar.
"Saya berharap Majelis Umum PBB mampu mengirimkan pesan yang jelas," ujarnya soal krisis Myanmar yang sudah memakan 800 lebih korban jiwa plus memenjarakan ribuan orang.
Secara hukum, resolusi dari Majelis Umum PBB tidak memiliki kekuatan hukum. Walau begitu, resolusi itu akan memiliki beban politis yang kuat. Dan, untuk resolusi majelis umum, tidak ada negara dengan hak veto.
Situasi tidak adanya hak veto memberi kemungkinan resolusi akan lebih mudah gol di Majelis Umum PBB. Di Dewan Keamanan PBB, yang beranggotakan 15 negara, resolusi terkait krisis Myanmar terhalang veto Rusia dan Cina. Cina mengatakan situasi di Myanmar sebagai isu internal dan bukan tempat DK PBB untuk intervensi.
Baca juga: EKSKLUSIF, Partai Bayangan Myanmar Berupaya Lindungi Desertir Junta Militer
ISTMAN MP | REUTERS