TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah bayangan Myanmar, National Unity Government (NUG), berpikiran positif bahwa tidak semua personil junta militer buruk. Mereka berkata, ada banyak personil-personil militer yang hendak kabur atau menjadi desertir karena tidak tahan lagi harus membunuh warga-warga Myanmar. Sayangnya, nyawa mereka menjadi ancaman jika 'berkhianat' darti Panglima Militer Min Aung Hlaing.
Menteri Kerjasama Internasional NUG, Dr. Sasa, berkata bahwa adanya prajurit-prajurit yang berpotensi menjadi desertir perlu direspon. Menurutnya, mereka adalah salah satu kunci untuk melumpuhkan junta militer. Jika NUG bisa memberikan perlindungan terhadap mereka, Dr. Sasa yakin akan lebih mudah memberikan tekanan terhadap junta militer.
"Strategi kami adalah membantu polisi, tentara, yang kabur. Mereka sudah usai dengan Min Aung Hlaing, mereka tidak ingin membunuh lagi. Mereka butuh tempat berlindung di mana mereka aman dan tidak harus membunuh lagi," ujar Dr. Sasa dalam wawancara dengan Tempo.co dan Majalah Tempo, Senin, 7 Juni 2021.
Dr. Sasa berkata, pihaknya berusaha kerasa membantu mereka yang menjadi desertir. Berbagai upaya dilakukan untuk memastikan ada tempat aman untuk mereka. Ia enggan menyebutkan lokasi mana yang tengah dipersiapkan.
Pemimpin junta Myanmar Jenderal Senior Min Aung Hlaing, yang menggulingkan pemerintah terpilih dalam kudeta pada 1 Februari, memimpin parade militer pada Hari Angkatan Bersenjata di Naypyitaw, Myanmar, 27 Maret 2021. [REUTERS / Stringer]
Perihal berapa banyak prajurit desertir yang perlu dilindungi NUG, Dr. Sasa juga tidak memberikan keterangan. Namun, ia kembali menegaskan bahwa melindungi para tentara desertir merupakan langkah bagus karena Militer Myanmar juga tengah agresif membeli persenjataan ke luar negeri. Jika tidak ada tentara untuk mengoperasikannya, maka belanja militer menjadi percuma.
"Inilah strategi untuk menghentikan Min Aung Hlaing menggunakan senjata-senjata yang ia beli. Jika tidak ada tentara yang bisa bertarung untuknya, situasi akan lebih baik. Kita harus melumpuhkan kekuatan militernya," ujar Dr. Sasa menegaskan.
Pada laporan Tempo sebelumnya, para personil militer yang membelot tidak sepenuhnya keluar dari kegiatan yang militeristik. Beberapa di antaranya beralih menjadi instruktur drill untuk Tentara Pertahanan Rakyat Myanmar (People's Defence Forces). Dengan potensi perang saudara di depan mata, para desertir itu melatih kelompok etnis bersenjata dan warga sipil untuk siap merespon serangan junta.
Per berita ini ditulis, hampir 900 orang terbunuh oleh junta militer selama krisis Myanmar berlangsung. Selain itu, ada juga 6000 perempuan dan pria yang dipenjara sebagai tahanan politik tanpa alasan yang jelas.
Baca juga: Pasukan Perlawanan Myanmar Bunuh 27 Tentara Junta Militer Selama Penyergapan
ISTMAN MP