TEMPO.CO, Jakarta - Hakim garis keras Ebrahim Raisi menjadi salah satu calon Presiden Iran dalam pemilu yang akan digelar esok Jumat. Oleh sejumlah pengamat, Raisi memiliki kans untuk menang mengingat tidak banyaknya saingan dan ia adalah orang kepercayaan Ayatollah Ali Khamenei.
Jika Raisi menang, pengamat pun tidak kaget misalkan Khamenei menyiapkan Raisi sebagai calon penerusnya. Khamenei sendiri, sebelum menjadi Pemimpin Agung Iran, adalah Presiden Iran untuk dua periode yang kemudian dipromosikan setelah pendiri Reovolusi Islam, Ayatollah Ruhollah Khomeini, meninggal tahun 1989.
"Raisi adalah orang kepercayaan Khamenei. Dia bisa melanjutkan apa yang sudah dibentuk oleh Khamenei," ujar Deputi Direktur Chatham House's Middle East and North Africa Program, Sanam Vakil, dikutip dari kantor berita Reuters, Selasa, 15 Juni 2021.
Hal senada disampaikan oleh Kasra Arabi, analis ekstrimisme islam dari Tony Blair Institute for Global Change. Ia berkata, Raisi tidak akan maju menjadi calon presiden, setelah kalah dari Rouhani di tahun 2017, jika tidak "dibekingi" oleh Khamenei.
Di Iran, Raisi dikenal untuk banyak hal. Selain sebagai salah satu penentang pengaruh Barat dan loyalis Khamenei, dia juga dikenal sebagai hakim yang gemar memberikan eksekusi mati.
Sejak menjadi hakim, ia dilaporkan Amnesty International sudah mengetok palu eksekusi mati untuk 5000 orang. Mayoritas di antaranya adalah tahanan politik yang dieksekusi di tahun 1988.
Pemimpin Tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei menyampaikan pidato yang disiarkan televisi pada Tahun Baru Iran, di Teheran, Iran 20 Maret 2020. [Situs web resmi Khamenei / Handout via REUTERS]
Menurut kabar yang beredar, mereka yang mati karena vonis dari Raisi dimakaman di kuburan massal tersembunyi dan tidak diberi tandap apapun. Adapun eksekusi mati disebut-sebut cara Raisi untuk menunjukkan loyalitasnya terhadap Khamenei.
Iran tidak pernah mengakui ribuan eksekusi tersebut. Walau begitu, mereka sudah menegaskan bahwa segala pengadilan dijalankan adil.
Tahun 2019, tak lama setelah Raisi diangkat oleh Khamenei menjadi Hakim Agung, Amerika menjatuhkan sanksi kepadanya. Ia dianggap sudah melanggar hak asasi manusia ketika mengeksekusi mati ribuan tahanan politik serta menggunakan pengadilan untuk menekan pelaku unjuk rasa di Iran.
"Raisi adalah pilar dari sistem hukum yang menekankan pada penjara, penyiksaan, dan pembunuhan terhadap mereka yang berani menentang pemerintah," ujar Hadi Ghaemi, Direktur Eksekutif Center for Human Rights in Iran.
Dalam kampanyenya, Ebrahim Raisi tidak mengungkapkan rencana politik ataupun ekonomi yang jelas. Ia bahkan belum mengungkapkan rencana pemulihan ekonomi di Iran yang terpukul sanksi dan pandemi COVID-19. Walau begitu, ia berjanji tidak akan membuang-buang waktu untuk mengakhiri sanksi Amerika. Amerika, sejauh ini, menawarkan Iran pembebasan dari sanksi apabila kembali ke Perjanjian Nuklir 2015.
Baca juga: AS Sebut Iran Bakal Miliki Senjata Nuklir Dalam Hitungan Minggu
ISTMAN MP | REUTERS