TEMPO.CO, Jakarta - Pejabat keamanan di bawah komando NATO telah meminta Qatar untuk mengamankan pangkalan yang dapat digunakan untuk melatih pasukan khusus Afganistan, sebagai bagian dari komitmen strategis setelah pasukan asing menarik diri dari Afganistan, kata tiga pejabat senior Barat yang mengetahui rencana tersebut.
Setelah dua dekade perang, pasukan dari 36 negara yang terlibat dalam misi Resolute Support NATO di Afganistan, akan ditarik keluar dari negara itu berkoordinasi dengan penarikan pasukan AS pada 11 September.
"Kami mengadakan pembicaraan untuk mengalokasikan pangkalan di Qatar untuk menciptakan tempat pelatihan eksklusif bagi anggota senior pasukan Afganistan," kata seorang pejabat senior keamanan Barat di Kabul, dikutip dari Reuters, 14 Juni 2021.
Pejabat, yang negaranya merupakan bagian dari aliansi NATO pimpinan AS di Afganistan, meminta anonimitas karena ia tidak berwenang untuk berbicara ke media.
Bagian integral dari misi Resolute Support NATO adalah untuk melatih dan memperlengkapi pasukan keamanan Afganistan memerangi Taliban, yang digulingkan dari kekuasaan pada 2001 dan sejak itu melancarkan pemberontakan.
"Kami telah mengajukan tawaran tetapi otoritas di Qatar memutuskan apakah mereka bersedia agar NATO bisa menggunakan wilayah mereka sebagai tempat pelatihan," kata sumber keamanan kedua yang berbasis di Washington DC.
Sumber ketiga, seorang diplomat yang berbasis di Kabul, mengatakan membawa anggota pasukan khusus Afganistan ke Qatar selama sekitar empat hingga enam minggu pelatihan keras sedang dibahas.
Pemerintah Qatar dan kantor komunikasi NATO tidak menanggapi pertanyaan tentang proposal untuk menggunakan Qatar sebagai pangkalan untuk melatih pasukan Afganistan. Pemerintah Afganistan juga tidak berkomentar.
Sekitar 7.000 pasukan non-AS, terutama dari negara-negara NATO ditambah Australia, Selandia Baru dan Georgia, melampaui jumlah 2.500 tentara AS yang tersisa di Afganistan.
Para pejabat, termasuk mantan Presiden Afganistan Hamid Karzai dan wakil pemimpin dan negosiator Taliban Mullah Abdul Ghani Baradar, menghadiri konferensi perdamaian Afganistan di Moskow, Rusia 18 Maret 2021. [Alexander Zemlianichenko / Pool via REUTERS]
Keluarnya pasukan asing terjadi di tengah gelombang pertempuran antara militan Taliban dan pasukan Afganistan di beberapa provinsi.
Kekhawatiran bahwa Taliban dapat menguasai pasukan keamanan Afganistan yang kewalahan, yang sangat bergantung pada dukungan, intelijen, dan logistik NATO terutama dukungan udara AS, telah meningkat dalam beberapa pekan terakhir karena gerilyawan Taliban telah melancarkan serangan besar, merebut distrik dan menguasai pangkalan militer.
Awal bulan ini, Sekretaris Jenderal NATO Jens Stoltenberg mengatakan aliansi NATO sedang mencari cara agar dapat memberikan pelatihan di luar negeri untuk Pasukan Keamanan Afganistan, terutama Pasukan Operasi Khusus.
Qatar, negara Teluk yang kaya sumber daya alam, telah menjadi rumah bagi kantor politik Taliban sejak 2013. Dalam beberapa tahun terakhir, Qatar telah menjadi satu-satunya tempat yang diketahui di mana perwakilan resmi dari kelompok pemberontak garis keras telah mengadakan pembicaraan dengan pejabat AS, perwakilan NATO, internasional kelompok hak asasi manusia dan pejabat pemerintah Afganistan.
Dua sumber mengatakan Amerika Serikat, Inggris dan Turki termasuk di antara negara-negara NATO yang siap mengirim pasukan untuk melatih warga Afganistan di Qatar.
Seorang juru bicara Taliban mengatakan kelompok itu tidak mengetahui tentang rencana NATO untuk melatih pasukan Afganistan di Qatar.
"Dalam kasus tentara Afganistan yang menerima pelatihan militer di luar negeri...Jika perdamaian ditegakkan maka mungkin yang terlatih harus dipekerjakan untuk melayani Afganistan, tetapi jika mereka datang dan berperang melawan kita dan bangsa mereka, maka tentu saja mereka tidak akan diterima dan dipercaya oleh kami," kata Zabihullah Mujahid, juru bicara Taliban.
Baca juga: Taliban Minta Turki Tarik Pasukan dari Afganistan
REUTERS