TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Kesehatan Jerman melapor ke Johnson & Johnson bahwa jutaan dosis vaksin COVID-19 yang mereka terima telah rusak atau terkontaminasi. Oleh karenanya, mereka meminta pengiriman dosis baru sebagai gantinya. Adapun besaran yang diminta Jerman adalah 6,5 juta dosis di bulan Juli.
Badan Regulator Obat-obatan Amerika (FDA) mengkonfirmasi laporan Jerman. Mereka mendapati 60 juta dosis vaksin COVID-19 Johnson & Johnson telah terkontaminasi alias tak bisa dipakai. Hal itu, kata FDA, didapat ketika mereka melakukan kunjungan inspeksi ke pabrik manufaktur vaksin di Baltimore, Amerika, beberapa bulan terakhir.
"Ini sungguh mengecewakan karena setiap dosis vaksin COVID-19 sungguh berperan," ujar Kementerian Kesehatan Jerman dalam keterangan persnya, dikutip dari Deutsche Welle, Ahad waktu setempat, 13 Juni 2021.
Jerman melanjutkan, meski status dosis pengganti dari Johnson & Johnson belum ada kepastian, setidaknya mereka sudah mendapat kabar untuk pengiriman suplai vaksin COVID-19 lainnya.
Rincian vaksin COVID-19 yang akan diterima, kata Kementerian Kesehatan Jerman, adalah 50,3 juta dosis vaksin Pfizer, 6,4 juta dosis Moderna, dan 12,4 juta dosis AstraZeneca. Besaran itu sesuai komitmen yang mereka terima untuk kuartal kedua.
Baca Juga:
Botol dan jarum suntik terlihat di depan logo Johnson & Johnson yang ditampilkan dalam ilustrasi yang diambil pada 11 Januari 2021. [REUTERS / Dado Ruvic / Ilustrasi]
Sebagai tambahan, dari pabrik vaksin di Baltimore, FDA hanya menemukan 10 juta dosis yang bisa dipakai selain 60 juta dosis yang bermasalah. Namun, untuk jutaan dosis yang aman tersebut, FDA tidak bisa memberikan jaminan proses produksinya sepenuhnya bebas dari masalah atau tidak.
Adapun hal yang menyebabkan puluhan juta dosis vaksin COVID-19 Johnson & Johnson terbuang adalah tidak dipatuhinya praktik produksi vaksin. Pabrik tersebut, yang dioperasikan oleh Emergent BioSolutions, memproduksi berbagai jenis vaksin di proses yang sama. Diyakini terjadi kontaminasi silang dalam proses tersebut.
Sekarang, pabrik di Baltimore ditutup. Kapan operasi mereka akan berlanjut belum diketahui. FDA belum memberikan keterangan lebih lanjut perihal hasil penyelidikan sejauh ini.
Berbagai pihak menyarankan operasi pabrik di Baltimore dilanjutkan, tentunya dengan pengawasan produksi yang lebih ketat. Johnson & Johnson, dalam keterangan persnya, mengatakan akan terus berupaya memberikan vaksin COVID-19 di tengah pandemi seperti sekarang. Dan, mereka menegaskan bahwa tidak semua vaksin COVID-19 Johnson & Johnson bermasalah karena hanya dosis dari pabrik Emergent saja yang mendapat catatan khusus.
Bagaimana nasib 60 juta dosis yang tidak bisa dipakai belum diketahui. Ada kekhawatiran negara-negara yang kekurangan vaksin COVID-19 akan mencoba memintanya daripada tidak mendapat vaksin sama sekali. Vaksin COVID-19 Johnson & Johnson di pakai di 24 negara, termasuk Afrika.
Baca juga: Cina Izinkan Penggunaan Darurat Vaksin Covid-19 untuk Usia 3-17 Tahun
ISTMAN MP | DW | NY TIMES