TEMPO.CO, Jakarta - Menghadapi Cina menjadi salah satu fokus utama dalam KTT G7 yang berlangsung di Cornwall, Inggris, pekan ini. Dikutip dari kantor berita Reuters, negara anggota G7 bahkan telah mencapai konsensus perihal praktik nilai ekspor yang tidak adil dari Cina serta pelanggaran HAM yang dilakukan negeri tirai bambu itu.
"Saya bisa mengatakan telah tercapai kata mufakat perihal ketersediaan untuk merespon pelanggaran HAM dan kebebasan yang bertentangan dengan nilai-nilai yang kami anut," ujar salah seorang diplomat di G7, yang enggan disebutkan namanya, Sabtu, 12 Juni 2021.
Diplomat itu melanjutkan bahwa G7 kali ini berbeda dengan sebelumnya. Pada final communique tiga tahun lalu, kata ia, Cina tidak sekalipun disinggung.
Mengacu pada struktur legal Organisasi Dagang Dunia (WTO), designasi "non-market economy" pada Cina memungkinkan rekan dagangnya seperti Amerika untuk menggunakan kerangka khusus perihal nilai ekspor. Tujuannya, untuk merespon apakah nilai ekspor dari Cina terlalu rendah atau tidak di mana akan mematikan persaingan.
Dari kiri ke kanan: Perdana Menteri Kanada Justin Trudeau, Presiden Dewan Eropa Charles Michel, Presiden AS Joe Biden, Perdana Menteri Jepang Yoshihide Suga, Perdana Menteri Inggris Boris Johnson, Perdana Menteri Italia Mario Draghi, Presiden Prancis Emmanuel Macron, Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen dan Kanselir Jerman Angela Merkel berpose untuk foto bersama di KTT G7, di Carbis Bay, Inggris, 11 Juni 2021. [Patrick Semansky/Pool via REUTERS]
Jika hal tersebut terbukti, bahwa Cina mematok harga terlalu terhadap ekspornya hingga tak adil, maka kebijakan anti-dumping bisa diberlakukan untuk "menormalkan" nilainya.
Dalam KTT G7, yang berlokasi di Cornwall, Inggris, Amerika dan sekutu-sekutunya sepakat bersatu untuk menghadapi pengaruh Cina yang menguat. Salah satu respon mereka adalah membuat inisiatif Build Back Better World (B3W) yang menawarkan kerjasama infrastruktur untuk memangkas angka US$40 triliun yang dibutuhkan negara berkembang untuk terus maju per 2035.
Di satu sisi, inisiatif tersebut juga untuk menandingi rencana jalur sutra modern Cina yang dinamai Presiden Xi Jinping sebagai Belt and Road Initiative. Project tersebut pertama kali diluncurkan Xi Jinping pada 2013 lalu di mana meliputi pembangunan dan investasi yang mengcover Asia hingga Eropa.
Sebanyak 100 negara telah bergabung dengan inisiatif tersebut dan akan berperan dalam pembangunan infrastruktur seperti jalur kereta api, pelabuhan, jalan tol, dan sebagainya. Hal inilah yang dianggap negara anggota G7 bisa memperkuat pengaruh Cina jika tidak direspon.
Baca juga: Negara G7 Janji Sumbang 1 Miliar Dosis Vaksin Covid-19 untuk Negara Miskin
ISTMAN MP | REUTERS