TEMPO.CO, Jakarta - Israel kian dekat dengan pemerintahan yang baru. Dikutip dari kantor berita Reuters, Parlemen Israel (Knesset) dipastikan menggelar voting untuk pemerintahan baru pada Senin pekan depan, 14 Juni 2021. Voting tersebut bertujuan mengesahkan pemerintahan baru yang dibentuk koalisi Yair Lapid dan Naftali Bennett atas perintah Presiden Reuven Rivlin.
Bennett, yang merupakan politisi sayap kanan, meminta Ketua Parlemen Yariv Levin untuk tidak menunda-nunda voting tersebut. Dengan begitu, pemerintahan baru yang terdiri atas partai sayap kiri, sentris, sayap kanan, dan kelompok Muslim itu bisa segera diwujudkan.
Levin, yang merupakan loyalis Netanyahu, tidak menunjukkan niat untuk menunda-nunda voting. Ia berkata, Yair Lapid telah menghubunginya dan Presiden Reuven Rivlin bahwa koalisi pemerintahan baru terlah terbentuk dan siap menjalani voting.
"Pengumuman soal jadwal dari sesi untuk membentuk pemerintahan ke-36 Israel akan segera disampaikan ke anggota-anggota Parlemen," ujar Levin, Selasa, 8 Juni 2021.
Jika pemerintahan Lapid-Bennett gagal mendapatkan suara mayoritas dari 120 suara di Knesset (Parlemen Israel), maka pemilu baru tak terhindarkan. Skenario pemilu, jika terjadi, maka akan menjadi pemilihan kelima di Israel dalam dua tahun terakhir.
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu saat memberikan pidato kepada para pendukungnya setelah pengumuman hasil polling dalam pemilihan umum Israel di markas besar partai Likud di Yerusalem pada 24 Maret 2021. [REUTERS / Ammar Awad]
Perubahan pemerintahan ini merupakan imbas dari kisruh anggaran tahun lalu. Pada tahun 2020, Parlemen Israel gagal menyetujui APBN pada bulan Desember. Hal itu memicu pembubaran koalisi dan parlemen pada 23 Desember 2020. Sesuai aturan yang berlaku, dalam 90 hari harus segera ada pemilu legislatif baru untuk menyusun ulang pemerintahan.
Pada pemilu legislatif tahun ini, koalisi bentukan PM Benjamin Netanyahu gagal memenangkan suara mayoritas. Hal itu mempersulitnya untuk membentuk pemerintahan baru, dengan tenggat 4 Mei 2021, sesuai perintah Rivlin. Ia kemudian berharap Partai Yamina, yang dipimpin Naftali Bennett, bergabung ke koalisinya.
Di luar dugaan Netanyahu, Bennett 'berkhianat'. Ia bergabung dengan koalisi bentukan Yair Lapid dari Partai Yesh Atid. Koalisi Netanyahu runtuh dan ia gagal memenuhi tenggat. Rivlin beralih ke Lapid untuk membentuk pemerintahan yang baru. Dalam koalisi itu, Bennett disiapkan menjadi pengganti Netanyahu.
Netanyahu dikabarkan tidak terima dengan langkah Bennett bergabung ke kubu Yair Lapid. Menurutnya, upaya mengganti dirinya dengan Bennett adalah wujud kecurangan besar dalam sejarah demokrasi di Israel. Netanyahu kemudian memperingatkan bahwa koalisi Bennett - Lapid akan membawa bencana ke Israel. Hal itu melingkupi berbagai hal mulai dari ancaman nuklir Iran hingga ancaman milisi Palestina Hamas.
Baca juga: Netanyahu Tuduh Koalisi Naftali Bennett - Yair Lapid Bermain Curang
ISTMAN MP | REUTERS