TEMPO.CO, Jakarta - WHO menyatakan peperangan dengan Israel bulan lalu berdampak besar terhadap kesehatan ratusan ribu warga Palestina. Mereka tak bisa lagi mendapatkan layanan kesehatan ataupun bantuan medis karena hancurnya rumah sakit akibat roket-roket Israel.
Perhitungan WHO, ada 200 ribu warga Palestina yang membutuhkan bantuan medis sekarang. Mereka tersebar di berbagai titik, mulai dari Gaza hingga Tepi Barat. Serangan Israel, kata mereka, telah memperburuk krisis kemanusiaan di Palestina.
"Lebih dari 77 ribu orang kehilangan rumah dan 30 fasilitas kesehatan dalam kondisi rusak..Kami berusaha meningkatkan bantuan kesehatan untuk 200 ribu orang yang membutuhkan," ujar WHO dalam keterangan persnya, dikutip dari Al Jazeera, Rabu waktu setempat, 3 Juni 2021.
Juru bicara WHO, Rik Peeperkorn, mengatakan situasi di Palestina juga masih volatil. Konflik bisa terjadi sewaktu-waktu yang semakin memperburuk krisis. Oleh karenanya, ia meminta kooperasi dari Palestina maupun Israel untuk memastikan pengiriman bantuan kemanusiaan, mulai dari obat-obatan hingga petugas medis, tidak terganggu.
Warga Palestina membuat api unggun dalam tenda darurat di tengah puing-puing rumah mereka yang dihancurkan oleh serangan udara Israel selama pertempuran Israel-Hamas di Gaza 23 Mei 2021. REUTERS/Mohammed Salem
Baca Juga:
"Dan kami juga meminta pasien dari Gaza bisa dipindahkan atau dirujuk ke rumah sakit luar dengan mudah," ujar Peeperkorn.
Sementara itu, Dewan Palang Merah Internasional menambahkan bahwa setidaknya dibutuhkan dana US$16 juta untuk menolong orang-orang di Gaza. Hal itu baik dari sisi medis maupun non medis.
Oleh karenanya, ia memohon kepada pemerintah berbagai negara maupun masyarakat untuk ikut membantu penanganan itu. Ia memastikan bahwa bantuan dari Palang Merah tidak akan berhenti di Palestina.
"Meski eskalasi pada Mei lalu lebih singkat dibanding sebelumnya, tetap dibutuhkan waktu bertahun-tahun untuk memperbaiki apa yang rusak dalam 11 hari," ujar mereka.
Pertempuran Palestina - Israel yang berlangsung selama 11 hari itu dimulai pada 10 Mei lalu. Sebanyak 154 orang meninggal dalam pertempuran, 66 di antaranya adalah anak-anak. Korban terbanyak berada di Gaza, Palestina.
Baca juga: WHO: Sudah Saatnya Ada Perjanjian Global Soal Pandemi
ISTMAN MP | AL JAZEERA