TEMPO.CO, Jakarta - Untuk pertama kalinya dalam empat dekade Vatikan merevisi aturan Gereja Katolik perihal penindakan pelecehan seksual. Dikutip dari kantor berita Reuters, Paus Fransiskus memperjelas regulasi yang ada untuk memastikan para pendeta pelaku pelecehan seksual diproses secara tegas.
Revisi yang digodok sejak tahun 2009 tersebut melingkupi seluruh seksi enam, 80 dari 1750 pasal yang dimiliki Kitab Hukum Kanon Gereja. Hal itu menjadikannya sebagai revisi terbesar yang pernah dilakukan oleh Gereja Katolik sejak kitab undang-undang yang ada sekarang disahkan oleh Paus John Paul di tahun 1983,
Paus Fransiskus menjelaskan, revisi ia lakukan untuk menjawab kebutuhan zaman. Menurutnya, pasal-pasal yang disahkan oleh Paus John Paul sudah usang dan perlu "dimodifikasi" agar Vatikan bisa lebih cekatan dalam menindak dan mencegah pelecehan seksual. Di sisi lain, kata ia, juga untuk merehabilitasi para pelakunya.
"Hal ini untuk mencegah kejahatan yang lebih buruk ke depannya sekaligus menyembuhkan luka (dari korban)...Revisi yang baru mencakup berbagai perubahan dan meliputi sanksi bagi pelanggarnya," ujar Paus Fransiskus, Selasa, 1 Juni 2021.
Paus Fransiskus mengadakan audiensi umum mingguan di perpustakaan Istana Apostolik di Vatikan, 28 April 2021. [Vatican Media/Handout via REUTERS]
Paus Fransiskus menambahkan, revisi yang ada juga melibatkan berbagai pakar hukum untuk memastikan ada unsur-unsur pidana dalam rancangannya. Beberapa di antaranya soal hak untuk mendapat perlindungan hukum, batas waktu proses hukum, serta hukuman yang lebih tegas. Paus tidak menjelaskan secara spesifik hukumannya apa.
Kepala Departemen Vatikan yang mengawasi langsung revisi hukum dan melapor ke Paus Fransiskus, Filippo Iannone, mengatakan perubahan dilakukan karena hukuman yang ada sekarang terlalu longgar. Selain itu, juga untuk memastikan keadilan didahulukan dibandingkan pengampunan.
"Ada kemalasan dalam penginterpretasian hukum pidana di mana pengampunan terkadang didahulukan dibanding keadilan," ujar Iannone, Selasa, 1 Juni 2021.
Iannone melanjutkan, salah satu perubahan paling besar dalam revisi ini adalah adanya seksi khusus soal pelecehan seksual, terutama terhadap korban di bawah umur. Seksi itu bernama "Kejahatan Terhadap Nyawa, Martabat, dan Kebebasan Manusia". Sebelumnya, hal itu masuk dalam seksi "Kejahatan Terhadap Obligasi Khusus" yang kerap dikritik ambigu.
Dalam seksi itu, cakupan kejahatan-kejahatan seksual yang dicakup ditambahkan. Beberapa di antaranya adalah pelecehan seksual terhadap anak di bawah umur, pelecehan seksual terhadap orang dewasa yang rentan, kepemilikan pornografi anak, dan sebagainya.
Baca juga: Mobil Dinas Paus, dari Anti Peluru hingga Bertenaga Listrik
ISTMAN MP | REUTERS