TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Jenderal WHO, Tedros Adhanom Ghebreyesus, mengatakan sudah saatnya ada pembahasan soal perjanjian internasional untuk respon pandemi. Menurutnya, hal itu penting untuk mencegah pandemi dengan skala sebesar COVID-19 terulang ke depannya.
Ghebreyesus menyampaikan hal tersebut dalam pertemuan tingkat menteri tahunan. Menurut laporan Reuters, usulan Ghebreyesus disambut baik oleh para menteri. Namun, mereka juga mendorong adanya reformasi terhadap WHO untuk memperkuat kapasitas respon organisasi dan negara anggota terhadap virus.
"Kami jujur menghadapi tantangan berat untuk menjaga respon pandemi COVID-19 pada level sekarang karena membutuhkan pendanaan yang berkelanjutan serta fleksibel," ujar Ghebreyesus, dikutip dari kantor berita Reuters, Senin, 31 Mei 2021.
Rencananya, kata Ghebreyesus, keputusan soal reformasi WHO dan perjanjian internasional soal respon pandemi akan ditetapkan pada 29 November nanti. Jika jadi, maka negosiasi dari isi perjanjian akan dimulai di situ.
"Menurut saya, hal yang akan sangat memperkuat WHO dan keamanan kesehatan global (untuk merespon pandemi) adalah perjanjian internasional kesiapan merespon pandemi," ujar Ghebreyesus.
Petugas kesehatan menyuntikan vaksin COVID-19 pada warga di RPTRA Taman Gajah, Cipete Selatan, Jakarta Selatan, Kamis, 27 Mei 2021. Pemprov DKI Jakarta melakukan vaksinasi COVID-19 bagi warga usia 18 tahun ke atas yang berada di RW rentan dan padat penduduk. TEMPO/M Taufan Rengganis
Perdana Menteri Australia, Scott Morrison, mendukung adanya perjanjian internasional dan reformasi WHO. Menurutnya, penting ada sistem pengawasan global dan penguatan fungsi WHO agar mampu merespon pandemi dengan lebih efektif serta efisien lagi.
Morrison mengakui bahwa perjalanan untuk mendapatkan reformasi dan perjanjian yang disepakati bersama akan sulit. Setiap negara, kata ia, memiliki kepentingan dan pertimbangan masing-masing. Oleh karena itu, jika reformasi dan perjanjian internasional ingin diwujudkan, Morrison berkata ego masing-masing harus dikesampingkan.
"Jika kita mau reformasi (WHO) dan perjanjian internasional, maka kita harus bekerjasama dan mengesampingkan perbedaan," ujar Morrison.
Direktur Layanan Darurat WHO, Mike Ryan, menyambut baik kedua rencana itu. Menurutnya, pathogen sekarang dalam kondisi unggul dan hal itu tidak bisa dibiarkan. Jika dibiarkan, mereka bisa diam-diam muncul dan menjadi ancaman baru layaknya COVID-19.
"Saat ini Pathogen lebih unggul. Mereka bisa muncul diam-diam dalam kondisi planet yang tidak imbang seperti sekarang. Kita harus mengubah segala hal yang membuat kita rentan terhadap pandemi. Kesatuan bisa menjadi kekuatan," ujar MikeRyan
Menurut data WHO, tercatat ada 171 juta kasus dan 3,5 juta kematian akibat COVID-19. Angka kasus per hari bisa mencapai lebih dari 500 ribu orang sementara angka kematian per hari berada di atas 10 ribu.
Baca juga: WHO: Kemungkinan Perokok Mati Akibat Covid-19 Lebih Tinggi 50 Persen
ISTMAN MP | REUTERS