TEMPO.CO, Jakarta - Tidak hanya warga saja yang kurang antusias menanggapi pelonggaran kebijakan Keluarga Berencana (KB) Cina. Ekonom dan akademisi memberikan reaksi serupa. Mereka ragu kebijakan yang memperbolehkan satu pasangan memiliki tiga anak tersebut bakal meningkatkan angka kelahiran di Cina.
Sebagian besar sepakat bahwa problem dari rendahnya angka kelahiran di Cina lebih ke masalah ekonomi dibanding rumah tangga. Mereka berkata, mayoritas warga Cina ragu bisa menghidupi dua anak, alih-alih tiga. Oleh karenanya, mereka ragu bakal ada warga yang terpikir atau mau untuk memiliki tiga anak meskipun diperbolehkan.
Salah satu yang beranggapan seperti itu adalah Hao Zhou, ekonom senior dari Commerzbank. Ia berkata, jika KB dilonggarkan menjadi tiga anak bisa meningkatkan angka kelahiran, maka hal itu seharusnya sudah terjadi sejak 2016. Pada 2016, Cina melonggarkan kebijakan satu anak per keluarga menjadi dua anak.
"Lagipula, siapa yang mau punya tiga anak? Pasangan muda saja maksimal hanya sanggup dua anak. Isu mendasarnya adalah biaya dan tekanan hidup yang terlalu tinggi," ujar Zhou, dikutip dari Reuters, Senin, 31 Mei 2021.
Hal senada disampaikan oleh Li Yifei, sosiolog dari NYU Shanghai. Ia berkata, untuk satu anak saja, ada banyak hal yang harus dipikirkan oleh orang tua. Hal itu mulai dari pendidikan, ekstrakurikuler, makanan, liburan, dan masih banyak lagi. Tidak semua orang tua, kata ia, mampu menghadapi beban-beban tersebut dikali tiga saat biaya hidup tengah tinggi-tingginya.
Seorang guru membantu murid-muridnya belajar tentang tanaman di sebuah taman kanak-kanak di Changsha, Provinsi Hunan, Cina, 2 September 2020. Taman kanak-kanak tersebut menumbuhkan kesadaran anak-anak untuk menghargai makanan sejak usia dini dan membantu mereka membentuk kebiasaan makan yang baik. Xinhua/Chen Zeguo
Jika administrasi Presiden Xi Jinping serius dengan kebijakan barunya, Li Yifei menyarankan mereka untuk mempersiapkan bantuan kesejahteraan dan sosial. Menurutnya, hal itu yang bakal menyakinkan warga untuk mempertimbangkan punya tiga anak.
"Tantangannya sungguh banyak dan membutuhkan koordinasi yang matang di berbagai kebijakan untuk menyakinkan warga. Tidak bijak mengharapkan warga langsung merespon kebijakan baru secara positif bak robot," ujar Yifei.
Sementara itu, Ye Liu selaku sosiolog dari King's College London menyatakan ada tiga tantangan yang perlu dipertimbangkan pemerintah jika ingin kebijakan barunya sukses. Ketiganya adalah biaya membesarkan anak, diskriminasi terhadap ibu hamil di lingkungan pekerjaan, serta minimnya perlindungan terhadap kesejahteraan anak di berbagai industri.
"Fakta di lapangan, tidak ada kebijakan konkrit yang merespon tantangan-tantangan di mana mencegah perempuan untuk (menimbang) memiliki anak," ujar Liu.
Sebagai catatan, Cina memiliki populasi sebesar 1,39 miliar jiwa per 2020. Angka kelahiran rata-rata menunjukkan 1,3 anak per satu perempuan di Cina. Rendahnya angka kelahiran didukung survei terbaru Xinhua yang menunjukkan bahwa mayoritas warga tidak pernah terpikir untuk memiliki anak hingga tiga.
"Saya bersedia untuk memiliki tiga anak apabila pemerintah memberikan saya 5 Juta Yuan Cina (Rp11 miliar)," ujar salah satu warga Cina di media sosial Weibo, menanggapi kebijakan keluarga berencana yang baru.
Baca juga: Mayoritas Warga Cina Tidak Terpikir Punya Tiga Anak Meskipun Diperbolehkan
ISTMAN MP | REUTERS