TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Suriah Bashar al Assad untuk keempat kalinya memenangkan pemilu Suriah. Dalam pemilu Rabu, 26 Mei 2021, dia mendapatkan 95,1 persen suara.
Kubu oposisi di Suriah dan negara-negara Barat menyebut pemilu ditandai dengan penipuan. Sedangkan pemerintah Suriah menyebut pemilu pada Rabu kemarin memperlihatkan Suriah berfungsi secara normal kendati di kecamuk perang hampir 10 tahun.
Para pendukung merayakan kemenangan Bashar al-Assad, di Damaskus, Suriah, 27 Mei 2021. Assad kembali terpilih menjadi presiden Suriah. REUTERS/Omar Sanadiki
Perang sipil di Suriah telah menewaskan ratusan ribu orang dan membuat 11 juta warga Suriah pergi mengungsi. Jumlah itu sekitar separuh dari populasi Suriah.
Kepala Parlemen Suriah Hammouda Sabbagh mengumumkan hasil pemilu pada Kamis, 27 Mei 2021 waktu setempat dengan menyebut ada sekitar 14 juta warga sipil Suriah yang memberikan hak suara mereka.
Pemilu Suriah tetap berlangsung kendati PBB menyerukan agar pemilu dilakukan di bawah pengawasan internasional sehingga bisa membantu membuka jalan bagi konstitusi yang baru dan sebuah penyelesaian politik.
Kementerian Luar Negeri Prancis, Jerman, Italia, Inggris dan Amerika Serikat mengkritisi terpilihnya lagi Assad sebagai orang nomor satu di Suriah, dengan menyebut perhitungan suara tidak adil atau tidak bebas. Turki juga mengkritik dengan menyebut pemilu tidak sah.
Dengan kemenangan ini, maka Assad, 55 tahun, memiliki waktu tujuh tahun lagi untuk berkuasa di Suriah. Kemenangan ini juga memperpanjang kekuasaan keluarganya yang memegang tampuk kekuasaan di Suriah sudah hampir enam dekade. Ayah Assad, Hafez al-Assad, memimpin Suriah selama 30 tahun atau sampai dia meninggal pada tahun 2000.
“Terima kasih kepada seluruh masyarakat Suriah atas tingginya rasa nasionalisme Anda dan partisipasinya. Ini untuk masa depan anak-anak Suriah dan generasi mudanya. Mari mulai hari esok dengan bekerja untuk membangun harapan dan membangun Suriah,” kata Assad.
Baca juga: Presiden Suriah Bashar al Assad dan Istrinya Sembuh dari Covid-19
Sumber: Reuters