TEMPO.CO, Jakarta - Sejumlah pembajak atau hackers mempublikasi data-data pasien di rumah sakit Waikato, Selandia Baru, yang mereka bajak. Sistem kesehatan terseok-seok lebih dari sepekan untuk bisa kembali online setelah serangan pembajakan data tersebut.
Radio New Zealand dan media lokal lainnya mewartakan sekelompok orang mengklaim bertanggung jawab atas serangan siber di Dewan Kesehatan distrik Waikato, Selandia Baru. Kejadian pencurian data ini terjadi pada akhir pekan lalu.
Para peretas mempublikasi dokumen yang mengandung nama, nomor telepon dan alamat pasien-pasien serta staf di rumah sakit Waikato. Media-media di Selandia Baru sudah memutuskan untuk tidak melaporkan detail data yang dibocorkan para pembajak tersebut. Sebaliknya, para kuli tinta disana memberikan alamat email para pembajak ke polisi.
Gangguan pada sistem kesehatan di distrik Waikato berbuntut panjang hingga mengganggu perawatan para pasien dan proses pembayaran gaji staf.
Sejumlah rumah sakit di Selandia Baru untuk sementara melayani pasien secara manual. Sedangkan untuk pasien yang tidak kritis telah diminta untuk mencari jalan alternatif.
Otoritas di Selandia Baru belum mau berkomentar mengenai apakah para peretas telah mengajukan sebuah tuntutan.
“Kami tahu, para pelaku kejahatan bisa melihat apa yang diwartakan media dan ini bisa mempengaruhi perilaku mereka. Pada dasarnya, kami tidak akan memberikan komentar lebih jauh dari hal ini,” kata CEO DHB Waikato, Kevin Snee.
Selandia Baru menolak memberikan uang tebusan pada para pembajak atau hackers. Di distrik Waikato DHB, ada lebih dari 425 ribu jiwa populasi.
Baca juga: Dugaan Kebocoran Data, BPJS Kesehatan: Yang Namanya Copet, Memang Pintar
Sumber: Reuters