TEMPO.CO, Jakarta - Presiden sementara Mali dan Perdana Menteri Mali pada Rabu, 26 Mei 2021 kompak mengundurkan diri. Pengunduran diri ini berselang dua hari setelah mereka dibebaskan oleh militer Mali.
Presiden Mali Bah Ndaw dan Perdana Menteri Moctar Ouane sebelumnya pada Senin, 24 Mei 2021, dibawa ke sebuah pangkalan militer di wilayah pelosok Mali. Tindakan itu terjadi setelah dilakukannya sebuah perombakan kabinet, di mana dua pejabat militer kehilangan jabatan mereka di kabinet.
Intervensi pembebasan Presiden Bah dan Perdana Menteri Ouane, yang dipimpin oleh Wakil Presiden Assimi Goita telah membahayakan transisi demokrasi di Mali setelah kudeta pada Agustus 2020. Kudeta pada tahun lalu menggulingkan mantan Presiden Ibrahim Boubacar Keita.
Dewan Keamanan PBB telah menyuarakan kekhawatiran karena waswas krisis politik ini bisa berdampak pada keamanan kawasan. Wakil Presiden Goita yang berpangkat kolonel, diduga terlibat dalam kudeta militer. Goita hanya menjanjikan masyarakat Mali akan segera menyelenggarakan pemilu.
“Presiden dan Perdana Menteri telah mengundurkan diri. Proses negosiasi masih berlangsung untuk pembebasan mereka dan pembentukan pemerintahan yang baru,” kata Baba Cisse, ajudan Goita.
Dewan Keamanan PBB pada Rabu kemarin, 26 Mei 2021, telah melakukan pertemuan membahas krisis politik yang terjadi di Mali. Dalam pernyataannya, PBB menyerukan keamanan dan pembebasan tanpa syarkat semua pihak yang ditahan tersebut.
Ke-15 anggota Dewan Keamanan PBB menegaskan memaksakan perubahan kepemimpinan, termasuk pengunduran diri yang dipaksakan adalah hal yang tidak bisa diterima.
Baca juga: Diculik di Mali, Wartawan Asal Prancis Memohon Diselamatkan
Sumber: Reuters