TEMPO.CO, Jakarta - WhatsApp melayangkan sebuah gugatan untuk memperkarakan Pemerintah India, yang dituding berusaha memblokir beberapa aturan perusahaan aplikasi tersebut. Beberapa ahli menyebut upaya pemerintah itu hampir sama dengan apa yang dialami Facebook agar aplikasi tersebut mencabut aturan perlindungan privacy mereka.
Sejumlah pihak yang tahu kasus ini menyebut, Pengadilan Tinggi di Delhi telah diminta untuk memutuskan bahwa salah satu aturan WhatsApp melanggar hak-hak privacy. India telah meminta kepada perusahaan-perusahaan media sosial agar bersedia mengidentifikasi pencetus sumber suatu informasi ketika diminta oleh otoritas berwenang.
Ilustrasi WhatsApp. shutterstock.com
Gugatan WhatsAppa telah memancing ketegangan antara perusahaan itu dengan Perdana Menteri India Narendra Modi, dan perusahaan raksasa teknologi lainnya seperti Facebook, Alphabet serta Twitter.
Sebelumnya pada pekan ini, ketegangan terjadi setelah aparat kepolisian mendatangi kantor Twitter. Twitter memberikan label pada sejumlah unggahan oleh Juru bicara Pemerintah India dan pihak lainnya, sebagai manipulasi media.
New Delhi juga menekan sejumlah perusahaan teknologi untuk menghapus apa yang digambarkan sebagai mis-informasi mengenai kondisi pandemi Covid-19 di India.
Di India, ada hampir 500 ribu pengguna aplikasi WhatsApp. Lewat undang-undang yang baru, WhatsApp diminta untuk membocorkan orang-orang yang secara meyakinkan dituduh berbuat kesalahan ketika diminta oleh otoritas di India.
Menurut WhatsApp, lantaran aplikasi pesan ini di enskripsi end-to-end, maka tidak bisa dilakukan oleh satu pihak saja. Untuk memecahkan enskripsi juga harus dari pihak si penerima pesan dan para pengguna WhatsApp juga harus patuh dengan aturan yang baru ini.
“Meminta aplikasi per-pesanan untuk melacak jejak obrolan sama dengan meminta kami untuk meminta sidik jari setiap pesan yang masuk ke WhatsApp,” demikian keterangan WhatsApp ketika dimintai komentar soal gugatan yang mereka layangkan.
Baca juga: Kebijakan WhatsApp Baru Berlaku 19 Juni di Jerman, Kenapa?
Sumber: Reuters