TEMPO.CO, Jakarta - PBB mendesak para pemimpin di Samoa agar menyelesaikan krisis politik di negara itu melalui dialog. Kegaduhan politik di Samoa terjadi setelah hasil pemilu di persengketakan.
Fiame Naomi Mataafa, Ketua Partai FAST menang berdasarkan hasil pemilu. Dengan begitu, dia seharusnya menjadi Perdana Menteri pertama di Samoa. Hasil pemilu juga telah disahkan oleh pengadilan. Namun Perdana Menteri inkumben Tuilaepa Sailele Malielegaoi menolak untuk menyerahkan kekuasaan.
Perdana Menteri Tuilaepa menuduh pengadilan sudah bias. Tuilaepa sudah lebih dari dua dekade berkuasa di Samoa.
Juru bicara untuk Sekjen PBB Antonio Guterres pada Selasa, 25 Mei 2021 mengatakan PBB akan memberikan dukungan jika diminta oleh pihak-pihak terkait di Samoa.
“Guterres mendesak para pemimpin di Samoa agar mencari solusi terkai kondisi politik saat ini melalui dialog demi kepentingan rakyat dan institusi Samoa,” demikian keterangan PBB.
Jika Fiame jadi duduk di kursi orang nomor satu di Samoa, maka itu mungkin bisa membentuk ulang hubungan Samoa dengan Cina. Samoa adalah sebuah negara di Selatan Pasifik.
Pada akhir pekan lalu, Fiame mengatakan dia akan mengurangi dukungan Beijing dalam pembangunan sebuah pelabuhan di Samoa. Alasannya pembangunan pelabuhan itu dirasa berlebihan bagi Samoa, sebuah negara keci yang sudah punya utang besar dengan Cina.
Perdana Menteri Tuilaepa adalah sekutu dekat Beijing di kawasan Selatan Pasifik. Dia pernah mengatakan negara-negara di Selatan Pasifik hanya menyalahkan diri mereka sendiri jika terperosok dalam lilitan utang.
Ketika pengadilan di Samoa mendukung klaim kemenangan Fiame untuk menjadi Perdana Menteri yang baru. Sedangkan Tuilaepa mendapat dukungan dari Kepala Negara Samoa.
Baca juga: Dewan Gereja Larang Islam di Samoa, Begini Alasannya
Sumber: Reuters