TEMPO.CO, Jakarta - Badan bantuan PBB pada Selasa mengatakan 52.000 lebih warga Palestina telah terlantar akibat serangan Israel yang telah menghancurkan atau merusak hampir 450 bangunan di Jalur Gaza.
Dalam pernyataan terpisah tentang konflik tersebut, kelompok hak asasi Amnesty International mengatakan serangan udara Israel terhadap bangunan tempat tinggal mungkin merupakan kejahatan perang. Israel mengatakan mereka hanya menyerang target militer yang sah dan melakukan semua yang bisa dilakukan untuk menghindari korban sipil.
Sekitar 47.000 pengungsi telah mencari perlindungan di 58 sekolah yang dikelola PBB di Gaza, Jens Laerke, juru bicara Kantor PBB untuk Koordinasi Urusan Kemanusiaan (OCHA) di Jenewa, dikutip dari Reuters, 18 Mei 2021.
Laerke mengatakan 132 bangunan telah hancur dan 316 lainnya rusak parah, termasuk enam rumah sakit dan sembilan pusat kesehatan primer serta instalasi desalinasi, mempengaruhi akses ke air minum bagi sekitar 250.000 orang.
Badan PBB menyambut baik langkah Israel yang telah membuka perbatasan untuk pasokan kemanusiaan, tetapi PBB menyerukan agar penyeberangan lain juga dibuka.
PBB dan mitra kemanusiaannya menyediakan makanan dan bantuan lain untuk keluarga yang terlantar ketika situasi keamanan memungkinkan, kata Laerke.
Gadis Palestina berusia 6 tahun, Suzy Eshkuntana, dirawat oleh petugas medis di rumah sakit setelah diselamatkan dari puing-puing bangunan di tengah serangan udara Israel, di Kota Gaza, 16 Mei 2021. [REUTERS / Mohammed Salem]
Ada kekurangan pasokan medis yang parah, risiko penyakit yang ditularkan melalui air dan penyebaran Covid-19 karena orang-orang terlantar berkerumun ke sekolah, kata Margaret Harris, juru bicara Organisasi Kesehatan Dunia.
Amnesty International yang berbasis di London menyerukan penyelidikan serangan udara terhadap bangunan tempat tinggal di Gaza.
"Pasukan Israel telah menunjukkan pengabaian yang mengejutkan terhadap kehidupan warga sipil Palestina dengan melakukan sejumlah serangan udara yang menargetkan bangunan tempat tinggal dalam beberapa kasus menewaskan seluruh keluarga, termasuk anak-anak, dan menyebabkan kerusakan sewenang-wenang pada properti sipil, dalam serangan yang mungkin merupakan kejahatan perang atau kejahatan terhadap kemanusiaan," kata Amnesty.
Israel mengatakan hanya menyerang situs yang dianggap sebagai target militer yang digunakan oleh militan, dan secara teratur mengeluarkan peringatan sebelumnya untuk mengevakuasi bangunan yang dilihatnya sebagai target yang sah sebagai bagian dari upaya yang lebih luas untuk menghindari korban sipil.
Amnesty, yang mendesak kedua belah pihak pekan lalu untuk tidak melanggar hukum kemanusiaan, mengatakan telah mendokumentasikan empat serangan mematikan oleh Israel yang dilakukan di rumah-rumah hunian tanpa peringatan sebelumnya dan meminta Pengadilan Kejahatan Internasional untuk menyelidikinya.
Dikatakan serangan Israel pada 11 Mei menghancurkan dua bangunan tempat tinggal milik keluarga Abu al-Ouf dan al-Kolaq, menewaskan 30 orang, 11 di antaranya anak-anak. Seorang ibu dan tiga anak tewas pada 14 Mei ketika gedung tiga lantai keluarga al-Atar dihantam, kata Amnesty.
Rumah Nader Mahmoud Mohammed Al-Thom, tempat dia tinggal bersama delapan orang lainnya, hancur oleh serangan Israel tanpa peringatan pada 15 Mei.
Baca juga: Kecam Serangan ke Palestina, Parlemen Yordania Mau Usir Dubes Israel
REUTERS