TEMPO.CO, Jakarta - Jelang rapat DK PBB soal pertempuran Palestina dan Israel, Presiden Amerika Joe Biden menghubungi Presiden Palestina Mahmoud Abbas pada Sabtu kemarin, 15 Mei 2021. Dalam percakapan tersebut, Joe Biden menegaskan perlunya milisi Palestina, Hamas, menghentikan serangan ke Israel untuk tidak memicu eskalasi lebih jauh.
"Kedua pemimpin memiliki kekhawatiran yang sama soal banyaknya korban berjatuhan, termasuk anak-anak, akibat pertempuran yang terjadi," menurut keterangan pers Gedung Putih, dikutip dari kantor berita Reuters, Ahad, 16 Mei 2021.
Selain menegaskan perlunya de-eskalasi segera atas situasi Israel - Palestina, Joe Biden juga menegaskan kembali komitmennya untuk memperkuat hubungan Amerika - Palestina. Ia kemudian menyinggung keputusan administrasinya baru-baru ini soal melanjutkan bantuan kemanusiaan ke Tepi Barat dan Gaza yang dulu distop oleh Donald Trump.
Pemerintah Palestina membenarkanya adanya percakapan antara Joe Biden dengan Mahmoud Abbas. Topik pembicaraan, kata mereka, sama dengan yang sudah disampaikan oleh Pemerintah Amerika. Namun, Pemerintah Palestina menambahkan bahwa Joe Biden juga menyatakan kecamannya terhadap upaya Israel menggusur warga di Sheikh Jarrah. Sebagaimana diketahui, isu Sheikh Jarrah lah yang memicu pertempuran saat ini.
Per berita ini ditulis, korban jiwa akibat pertempuran Israel dan Palestina terus bertambah. Menurut laporan Reuters terbaru, total ada 149 korban jiwa di Palestina yang 41 di antaranya adalah anak-anak. Mayoritas korban berada di wilayah Gaza. Sementara itu, Israel baru saja melaporkan ada 10 warga mereka yang meninggal termasuk dua anak-anak.
Berbagai pihak sudah mengupayakan gencatan senjata antara Palestina dan Israel. Salah satunya adalah Amerika sendiri yang mengirim utusan khusus, Hady Amr, ke Israel pada hari Jumat untuk mendorong penyelesaian secara diplomatis. Namun, segala upaya yang ada belum menunjukkan hasil jika tidak ingin dikatakan gagal.
Sejumlah analis memandang Hamas, yang berperan besar dalam pertempuran Palestina - Israel, sebagai tantangan pada proses de-eskalasi. Sebab, kebanyakan negara, terutama Barat, tidak memiliki kontak dengan organisasi yang dicap kelompok teroris itu. Di sisi lain, Mahmoud Abbas tidak punya pengaruh besar ke Hamas, bahkan beberapa kali berselisih.
Pada tahun 2007, Partai Fatah yang mengusung Abbas berseteru dengan Hamas. Perseteruan itu berujung pada makin kuatnya pengaruh milisi asal Palestina itu di kawasan Gaza. Pada akhirnya, secara tidak langsung, hal itu berperan besar pada ketegangan saat ini.
"Hamas sepertinya memanfaatkan eskalasi Palestina dan Israel sebagai kesempatan untuk memarginalkan adminsitrasi Abbas. Selain itu, juga untuk membentuk citra mereka lah pelindung warga Palestina," dikutip dari Reuters.
Baca juga: PBB Kecam Pengeboman Kantor Al Jazeera dan AP Oleh Israel
ISTMAN MP | REUTERS