TEMPO.CO, Jakarta - Situasi yang memanas antara Israel dan Palestina memaksa warga Gaza, Palestina untuk mengungsi ke wilayah aman. Apalagi, Gaza menjadi titik terpanas dalam pertempuran itu dengan ratusan korban jiwa dan luka-luka jatuh di sana.
Salah satu warga yang mencoba mengungsi adalah Rewaa Marouf beserta keluarganya. Berasal dari kota Beit Lahiya di sisi utara jalur Gaza, mereka kabur ke arah selatan yang diyakini lebih aman. Marouf berkata, tidak ada pilihan selain mengungsi karena rumah tetangganya sudah habis dibom dan rumahnya sendiri dihajar serpihan rudal.
Sepanjang perjalanan mengungsi, Marouf bertemu dengan warga-warga Gaza yang senasib dengannya. Ada yang kehilangan rumah, ada juga yang kehilangan anggota keluarganya. Mereka mengungsi menggunakan mobil atau gerobak yang ditarik keledai. Adapun Marouf berakhir mengungsi di sebuah sekolah dasar yang dikelola PBB, Jabalia..
"Sebelum mengungsi, kami mencoba bertahan di rumah. Tiba-tiba, artileri mulai menghujani kawasan tempat tinggal kami...Kami tidak tahu seperti apa wujud rumah kami sekarang setelah ditinggalkan," ujar Marouf sambil mencoba menyamankan diri mengungsi di Jabaila, Sabtu, 15 Mei 2021.
Tantangan yang harus dihadapi Marouf dan pengungsi-pengungsi lainnya belum usai. Ukuran Jabaila yang kecil tidak memungkinkannya untuk menjaga jarak fisik maupun sosial. Dengan kata lain, ia dan keluarganya berpotensi tertular COVID-19 di tengah pengungsian.
Di luar Marouf, masih banyak warga yang belum berhasil mengungsi dari Gaza. Mengungsi pun memiliki resiko tersendiri karena artileri bisa saja tiba-tiba menghujani mereka di tengah jalan. Apalagi, tidak sedikit yang mengungsi hanya bermodalkan gerobak dan keledai.
Untuk bertahan hidup, warga Gaza akhirnya mengungsi dalam kelompok. Mereka saling berkoordinasi, memberi sinyal kapan waktu yang tepat untuk bersembunyi dan kembali ke jalan. Selain itu, juga untuk mengetahui lokasi pengungsian mana yang bisa mereka tuju.
Jika situasi di jalan aman, para warga yang mengungsi meneriakkan Allahu Akbar agar mereka yang bersembunyi segera kembali ke jalan. Setelah berkumpul, warga diabsen satu per satu untuk mengetahui apakah ada yang tertinggal atau menjadi korban serangan roket Israel.
"Kami meneriakkan nama satu sama lain dan Allahu Akbar. Kami berjalan dalam kelompok besar," ujar Nawal Abu Halima, ibu dari empat anak, menceritakan perjalanan pengungsiannya dari Beit Lahiya, Gaza.
Dalam pertempuran Israel - Palestina, ribuan roket telah diluncurkan ke wilayah masing-masing. Gaza menjadi titik terpanas dengan mayoritas roket jatuh di wilayah tersebut. Sebanyak 132 orang tewas di sana dengan 32 di antaranya adalah anak-anak dan 21 perempuan. Jumlah korban luka-luka ada 950 orang, meningkat dari hari sebelumnya yaitu 580 orang.
Baca juga: 130 Orang Terbunuh di Gaza Dalam Pertempuran Palestina - Israel
ISTMAN MP | REUTERS