TEMPO.CO, - Lebih dari 11 ribu akademikus dan staf universitas yang menentang junta militer Myanmar diskors karena menentang kudeta.
Penskorsan ini terjadi ketika kampus-kampus di Myanmar kembali dibuka setelah satu tahun ditutup karena wabah Covid-19. Pembukaan kampus ini sekaligus mendorong konfrontasi baru antara tentara dan akademikus serta mahasiswa yang menyerukan protes atas kudeta 1 Februari.
"Saya merasa kesal melepaskan pekerjaan yang sangat saya kagumi, tetapi saya merasa bangga melawan ketidakadilan," kata seorang rektor universitas berusia 37 tahun, yang menyebut namanya hanya sebagai Thandar, seperti dikutip dari Reuters, Senin, 10 Mei 2021.
"Departemenku memanggilku hari ini. Aku tidak akan pergi. Kami seharusnya tidak mengikuti perintah dewan militer," ucap dia.
Seorang profesor Myanmar yang bertugas di Amerika Serikat dalam program kerja sama mengatakan dia diminta menyatakan dukungan pada junta militer atau kehilangan pekerjaannya. Otoritas universitasnya telah memberi tahu dia bahwa setiap sarjana akan dilacak dan dipaksa untuk memilih.
Hingga Senin, lebih dari 11.100 staf akademikus dan lainnya telah diskors dari perguruan tinggi dan universitas, kata seorang pejabat Federasi Guru Myanmar kepada Reuters. Sumber menolak untuk diidentifikasi karena takut akan pembalasan.
Reuters tidak segera dapat memastikan dengan tepat berapa proporsi dari total staf yang diwakili oleh angka itu. Myanmar memiliki lebih dari 26 ribu dosen di universitas dan lembaga pendidikan tinggi lainnya pada 2018, menurut data Bank Dunia terbaru.
Siswa dan guru berada di garis depan oposisi selama hampir setengah abad pemerintahan militer. Peran mereka amat menonjol dalam protes sejak tentara menahan pemimpin terpilih Aung San Suu Kyi.
Banyak guru, seperti petugas medis dan pegawai pemerintah lainnya, telah berhenti bekerja sebagai bagian dari gerakan pembangkangan sipil yang telah melumpuhkan Myanmar. Ketika protes berkobar setelah kudeta, pasukan keamanan menduduki kampus-kampus di kota terbesar, Yangon, dan di tempat lain.
Seorang juru bicara junta Myanmar tidak menanggapi panggilan telepon yang meminta komentar tentang penangguhan tersebut.
Surat kabar Global New Light of Myanmar yang dikendalikan junta mengatakan para guru dan mahasiswa harus bekerja sama untuk memulai kembali sistem pendidikan. "Para oportunis politik tidak ingin melihat perkembangan seperti itu dengan melakukan tindakan sabotase," katanya.
Baca juga: Penyair Myanmar Tewas dalam Penahanan Junta Militer dengan Organ Tubuh Hilang
Sumber: REUTERS