TEMPO.CO, Jakarta - Ledakan bom mobil di luar sekolah di Kabul, Afganistan, pada Sabtu, menewaskan 58 orang pada Ahad dan melukai 150 lainnya.
Bom mobil terjadi pada Sabtu malam, mengguncang lingkungan Dasht-e-Barchi yang dihuni mayoritas Muslim Syiah.
Komunitas Syiah, minoritas agama di Afganistan, telah menjadi sasaran di masa lalu oleh militan ISIS, sebuah kelompok militan Sunni.
Seorang saksi mata mengatakan semua korban kecuali tujuh atau delapan korban adalah siswi yang pulang setelah menyelesaikan sekolah, dikutip dari Reuters, 9 Mei 2021.
Presiden Afganistan Ashraf Ghani pada Sabtu menyalahkan serangan itu pada gerilyawan Taliban, tetapi juru bicara Taliban membantah terlibat, mengatakan kelompok itu mengutuk setiap serangan terhadap warga sipil Afganistan.
Kementerian Dalam Negeri Afganistan mengatakan tiga ledakan terjadi di dekat SMA Sayed -ul-Shuhada, serangan bom mobil dan dua ledakan bom rakitan yang ditanam di daerah tersebut.
Serangan bom mobil di luar SMA Sayed-ul-Shuhada di barat Kabul pada Sabtu sore disusul dengan dua serangan roket, TOLO News melaporkan. Teror bom mobil itu terjadi saat siswa meninggalkan sekolah.
"Ledakan bom mobil terjadi lebih dulu, dan kemudian dua ledakan lagi terjadi di dekat sekolah putri di Kabul," kata Ibrahim, seorang guru sekolah.
Seorang siswi sekolah yang terluka menunggu transportasi dari satu rumah sakit ke rumah sakit lain, setelah ledakan di Kabul, Afganistan 8 Mei 2021. [REUTERS / Stringer]
Keluarga para korban menyalahkan pemerintah Afganistan dan kekuatan Barat karena gagal mengakhiri kekerasan dan perang yang sedang berlangsung.
Mayat masih dikumpulkan dari kamar mayat saat penguburan pertama dilakukan di barat kota Kabul. Beberapa keluarga masih mencari kerabat yang hilang pada hari Minggu, berkumpul di luar rumah sakit untuk membaca nama yang ditempel di dinding, dan memeriksa kamar mayat.
"Sepanjang malam kami membawa mayat anak perempuan dan anak laki-laki ke kuburan dan berdoa untuk semua orang yang terluka dalam serangan itu," kata Mohammed Reza Ali, yang telah membantu keluarga para korban di rumah sakit swasta.
"Mengapa tidak membunuh kita semua untuk mengakhiri perang ini?" katanya.
Ledakan bom mobil itu terjadi seminggu setelah pasukan AS dan NATO yang tersisa mulai keluar dari Afganistan, dengan misi untuk menyelesaikan penarikan pada 11 September, yang akan menandai berakhirnya perang terpanjang di Amerika.
Baca juga: Bom Meledak di Afghanistan Saat Warga Sedang Buka Puasa