TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Luar Negeri Indonesia Retno Marsudi menyampaikan bahwa lima poin konsensus ASEAN soal krisis Myanmar tidak tercipta begitu saja. Ia menyampaikan, pembahasannya melalui sejumlah perdebatan yang bahkan terjadi sebelum KTT ASEAN dimulai.
Dalam wawancara eksklusif dengan Tempo, Retno menyatakan perdebatan itu dimulai pada acara Working Dinner yang digelar sehari sebelum KTT ASEAN. Acara tersebut mempertemukan para para menteri luar negeri anggota ASEAN untuk bersama-sama menyiapkan bahan pembahasan hari selanjutnya.
"Situasinya sangat cair, kami tidak ingin saat pemimpin bertemu, mereka belum punya bayangan akan melakukan apa. Selama dua setengah jam kami bicara terbuka, berdebat, dan sebagainya," ujar Retno Marsudi, Kamis, 29 April 2021.
Retno melanjutkan, awalnya para peserta rapat cukup mudah untuk menemukan kesepahaman. Ketika pembahasan fokus pada masalah utusan khusus dan bantuan kemanusiaan, semua menteri luar negeri mendukung.
Seorang pria menggunakan ketapel saat mereka berlindung di belakang barikade selama protes terhadap kudeta militer, di Yangon, Myanmar, Ahad, 28 Maret 2021. Dilaporkan puluhan pendemo terluka dan meninggal saat aparat berupaya membubarkan kerumunan. REUTERS/Stringer
Perdebatan baru muncul ketika masalah penghentian kekerasan disinggung. Retno berkata, penghentian kekerasan di Myanmar adalah wajib hukumnya bagi Indonesia. Sebab, jika hal itu tidak terjadi, korban akan jatuh terus.
"Bagi Indonesia itu red line, harus ada. Kami kemudian berdebat lagi dan akhirnya mengerucut pada lima poin konsensus itu," ujar Retno.
Ditanyai apakah negara anggota ASEAN merasa ragu untuk bersikpa tegas soal penghentian kekerasan, Retno memilih untuk berpikir positif. Menurutnya, diskusi soal isu itu hanya perlu dipatik saja agar kemudian ada sikap yang jelas. "Tidak apa Indonesia menyampaikan itu toh pada akhirnya semua setuju," ujarnya.
Retno berkata, hasil pertemuan working dinner itu yang kemudian dibawa dalam KTT ASEAN. Ia berkata, perwakilan Myanmar yaitu Panglima Militer Min Aung Hlaing bersikap responsif atas poin-poin yang disampaikan. Walau begitu, Retno menyakini tantangannya masih akan banyak ke depannya.
"Ini baru satu langkah. Ini langkah penting, patut bersyukur hasilnya bagus. Tapi tugas belum selesai. Tantangan ke depan akan semakin besar," ujar Retno soal penanganan krisis Myanmar.
Baca juga: (Eksklusif) Menlu Retno: Tak Ada Pengakuan Junta Myanmar di KTT ASEAN
ISTMAN MP