TEMPO.CO, Jakarta - Badan keamanan laut AS US Coast Guard (USCG) akan menjual kapal Adak dan Aquidneck, kapal patroli jenis cutter yang pernah digunakan untuk penyelamatan selama teror 9/11, ke Indonesia.
Kapal Adak telah membantu mengoordinasikan penyelamatan maritim terbesar dalam sejarah, dengan mengevakuasi 500.000 orang dari Lower Manhattan setelah dua pesawat menabrak World Trade Center, dikutip dari Fox News, 30 April 2021.
Kapal patroli kelas Island sepanjang 33,5 meter itu juga mengangkut responden pertama dan membentuk zona keamanan untuk mencegah serangan lebih lanjut.
Ketika sekitar 500.000 orang perlu dievakuasi dari Lower Manhattan pada 11 September 2001, kapal US Coast Guard Adak bergegas ke New York Harbor dari pangkalannya di Sandy Hook, New Jersey, dan mengambil alih sebagai On Scene Commander, New York Post melaporkan.
Sampai kapal US Coast Guard Cutter Tahoma tiba malam itu, Adak bertindak sebagai komando dan pusat kendali penyelamatan. Mereka mengoordinasikan evakuasi setengah juta pekerja kantor, turis, dan siapa pun yang perlu keluar dari Lower Manhattan, dengan semua jembatan dan terowongan ditutup dan memastikan setiap kapal di pelabuhan secara langsung menyediakan penyelamatan dan bantuan.
Kapal Adak juga pernah digunakan dalam invasi AS ke Irak, salah satu dari empat kapal cutter yang dikerahkan ke Irak.
Awal tahun ini, US Coast Guard memberitahu Historical Society bahwa mereka berencana untuk menjual kapal cutter itu ke negara lain di bawah Undang-Undang Bantuan Asing (FAA), dan pada 2 April, Badan Kerja Sama Keamanan Pertahanan secara resmi memberi tahu Kongres tentang penjualan kapal itu ke Indonesia, New York Post melaporkan.
Kedua kapal patroli tersebut akan ditawarkan secara resmi bulan depan, 30 hari setelah Kongres diberitahu.
Kapal Adak milik badan keamanan laut AS (US Coast Guard), sebuah kapal patroli cutter sepanjang 33 meter, berpangkalan di Highlands, New Jersey, saat berpatroli di Laut Arab Utara di lepas Pantai Irak 06 Maret 2003. Kapal Adak adalah salah satu dari empat kapal patroli USGC sepanjang 33 meter di Teluk Persia mendukung Operasi Pembebasan Irak.[USGC/Wikipedia]
Juru bicara Badan Keamanan Laut AS, seperti dikutip dari New York Post, mengatakan pembelian kapal itu adalah puncak dari proses perencanaan selama setahun, dan dijadwalkan akan dilakukan setelah kapal cutter itu dinonaktifkan pada Juni 2021.
"US Coast Guard bekerja erat dengan Departemen Luar Negeri, Departemen Pertahanan, dan Badan Kerjasama Keamanan Pertahanan, menggunakan prosedur yang ditetapkan oleh Kantor Program Internasional Angkatan Laut, melalui proses seleksi dan keputusan yang ketat untuk mempersiapkan pemindahan kapal USGC ADAK dan AQUIDNECK kepada Pemerintah Indonesia," kata USGC kepada New York Post.
"Proses ini secara langsung mendukung mitra dan sekutu internasional untuk mencapai kepentingan keamanan nasional AS. Bekerja sama dengan Angkatan Laut Indonesia, inspeksi dan persiapan untuk transfer dimulai dengan sungguh-sungguh pada Februari 2021," katanya.
Namun penjualan USGC Adak menuai kecaman dari komunitas sejarah di Amerika Serikat.
USCGC Adak Historical Society telah mengajukan petisi kepada USGC sejak Januari lalu untuk memberi mereka kapal tersebut ketika kapal tersebut dinonaktifkan akhir tahun ini, untuk mengubahnya menjadi museum, pusat peringatan dan pendidikan bagi pemuda yang kurang beruntung yang akan berlabuh di Teluk Tampa, Florida.
Historical Society berjanji untuk menanggung setiap dan semua biaya yang terkait dengan pengembalian kapal ke AS dan bahkan bersedia membeli pemotong melalui Administrasi Layanan Umum.
"(kapal) Cutter ini tidak harus pergi ke Indonesia, ada banyak cutter 33 meter lainnya yang bisa masuk ke Indonesia," kata James Judge, pendiri perkumpulan sejarah dan mantan anggota USGC yang menghabiskan 13 bulan di atas kapal Adak saat dikerahkan untuk Operasi Pembebasan Irak.
Historical Society bekerja dengan Sub-komite DPR AS untuk US Coast Guard dan Transportasi Maritim untuk merancang undang-undang yang memungkinkan USCG memberikan kapal Adak kepada kelompok tersebut, tetapi waktu untuk membatalkan transaksi kapal patroli itu hampir habis, kata Judge.
Baca juga: Komando Penjaga Keamanan Laut AS Ajak Bakamla Kerja Sama