TEMPO.CO, Jakarta - Australia menyambut baik diselenggarakannya pertemuan antar kepala negara anggota ASEAN di Jakarta pada 24 April 2021 lalu. Pertemuan itu untuk mendiskusikan tentang krisis di Myanmar.
Sejak kudeta 1 Februari 2021, Australia secara konsisten menyerukan rezim militer untuk mengekang diri, menahan diri dari kekerasan, membebaskan semua yang ditahan dan mengambil bagian dalam dialog. Australia mengutuk penggunaan kekuatan mematikan terus menerus dan mengerikan terhadap warga sipil di Myanmar, termasuk perempuan dan anak-anak.
"Kami prihatin dengan implikasi dari memburuknya situasi di Myanmar terhadap stabilitas regional," kata Menteri Luar Negeri Australia Marise Ann Payne, Senin, 26 April 2021.
Payne memuji kepemimpinan ASEAN dan kepemimpinan Brunei Darussalam sebagai Ketua ASEAN. Sebab dalam keadaan sulit, bisa mempertemukan pihak-pihak regional untuk bersama-sama membahas krisis di Myanmar.
Australia memandang ASEAN sebagai inti dari Indo-Pasifik yang terbuka, stabil, dan tangguh. ASEAN memiliki peran penting untuk memetakan jalan keluar dari krisis saat ini (krisis Myanmar).
Untuk mendukung upaya ini dan lima poin konsensus yang disepakati pada Pertemuan Pemimpin ASEAN, Australia akan memberikan A$5 juta (Rp56 miliar) kepada Pusat Koordinasi Bantuan Kemanusiaan ASEAN untuk Pengendalian Bencana guna menyediakan bantuan kemanusiaan kepada Myanmar.
Payne meyakinkan Australia akan terus bekerja sama dengan mitra regionalnya, khususnya ASEAN, untuk meredakan situasi di Myanmar dan mendukung upaya regional menuju penyelesaian masalah. Pengaturan kebijakan Australia tentang Myanmar, termasuk opsi sanksi, akan terus ditinjau untuk mendukung rakyat Myanmar.
Baca juga: Pemerintah Tandingan Myanmar Tunggu Tindak Lanjut 5 Poin Konsensus KTT ASEAN